"Hidup bagi saya sungguh berarti. Demikian pula kehidupan di sekeliling saya. Jika saya mengharapkan hidup saya dihormati, maka saya juga harus menghormati hidup makhluk lainnya. Namun etika di dunia Barat hanya menghormati hubungan di antara sesama manusia. Karena itu saya katakan etika Barat adalah etika yang terbatas. Yang kita perlukan adalah etika tak terbatas yang juga mencakup hubungan kita dengan binatang" (Albert Schweitzer, 1875-1965)

Selasa, 26 Mei 2015

Pemanasan Global Ancam Pertumbuhan Terumbu Karang

Pemanasan Global Ancam Pertumbuhan Terumbu Karang

WASHINGTON – Pemanasan global atau dikenal global warming telah menjadi perbincangan hangat sejak beberapa tahun belakangan ini. Dampak dari pemanasan global ini dapat mengancam kelangsungan makhluk hidup di Bumi, salah satu kekayaan hayati laut yang terancam adalah terumbu karang.
Seperti dilansir Upi, Selasa (23/12/2014), pemanasan global mendorong suhu di udara dan lautan ikut semakin meninggi. Dengan kondisi seperti ini, ilmuwan memprediksikan kemungkinan terburuk yang terjadi pada karang, yakni pemutihan karang kurang dari 20 tahun.
Apabila terjadi pemutihan pada karang, kemungkinan tidak akan dapat bertahan hidup lebih lama. Pemutihan karang ini terjadi akibat kehilangan alga simbiotik yang banyak hidup pada jaringan karang. Alga itu dikenal dengan zonnxanthellae.
Karang yang sehat sangat bergantung pada organisme uniseluler itu karena organisme tersebut dapat memberikan pigmen warna yang digunakan untuk fotosintesis. Tanpa organisme tersebut, karang-karang tersebut akan stress.
Kelangsungan hidup karang sangat bermanfaat bagi kelangsungan hidup lainnya karena terumbu karang ini bertindak sebagai kekuatan dalam ekologi dan rantai makanan di laut. Terumbu karang ini berfungsi sebagai tempat tinggal dan makanan bagi berbagai macam ikan kecil dan makhluk laut lainnya.
Laporan Upi juga menyebutkan bahwa pemutihan karang ini telah terjadi sejak 1998. Ketika itu terjadi pemanasan global dan meningkatnya suhu muka laut sepanjang Pasifik Tengah dan Timur sepanjang ekuator (El nino) yang besar, sehingga memicu kematian 15 persen terumbu karang dunia.
“Banyak ilmuwan terumbu karang mengharapkan bahwa peristiwa pada 1998 ini akan terungkap dalam enam sampai 12 bulan kedepan,” tutur Ove Hoegh Guldberg, Profesor biologi kelautan dan ahli terumbu karang di University of Queensland kepada The Guardian.
Pemutihan karang ini dapat dipulihkan kembali, namun memerlukan waktu yang lama dan diperburuk dengan panasnya air dan banyaknya peristiwa pemutihan terumbu karang tersebut

Sumber: http://techno.okezone.com/read/2014/12/23/56/1082899/pemanasan-global-ancam-pertumbuhan-terumbu-karang
Selanjutnya...

Jumat, 22 Mei 2015

Tiga Ancaman Penyakit akibat Perubahan Iklim

KOMPAS.com —  Penelitian baru-baru ini menyebutkan bahwa pemanasan global dapat memengaruhi kesehatan. Berbagai penyakit bermunculan, sebagian besar disebabkan oleh mikroba, bakteri, dan ganggang. Ilmuwan telah memperkirakan akan bertambahnya tingkat kematian karena gelombang panas, bencana alam, dan malaria.
Beberapa ilmuwan yang dibiayai oleh The Ocean and Human Health Initiative dari The National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) akan mengidentifikasi risiko penyakit karena pemanasan global. Hasilnya seperti berikut ini.
1. Kontaminasi makanan laut oleh ganggang beracun
Ganggang merah yang menyebabkan zona mati di laut berkembang dengan pesat seiring dengan pemanasan global, khususnya di utara Amerika. Hal ini diungkapkan oleh Stephanie Moore dari NOAA. Ganggang Alexandrium catenella yang memproduksi racun dapat mengontaminasi makanan yang berasal dari laut dan mengakibatkan kelumpuhan—bahkan kematian, meskipun langka—pada manusia.
Dengan menghitung suhu air dan peningkatan suhu global, Moore dan rekannya di Universitas Washington menggambarkan bagaimana ganggang dapat berkembang pesat. “Musim mekar ganggang beracun bertambah panjang dan jumlah ganggang yang mekar tiap musim pun bertambah,” ungkap Moore. “Sekarang, musim mekar ganggang tersebut selama dua bulan, tetapi pada tahun yang akan datang, jangka waktu mekar pun akan bertambah menjadi tiga bulan,” tambahnya.
2. Ledakan bakteri berbahaya
Perubahan iklim menyebabkan wilayah yang lembab akan menjadi lebih lembab, sedangkan  wilayah kering semakin kering. Fenomena ini akan mengakibatkan debu-debu beterbangan dan biasanya akan berakhir di lautan. Debu-debu mempercepat perkembangan bakteri yang membahayakan dan bakteri tersebut berakhir di makanan laut.
Erin Lipp dan Jason Westrich dari Universitas Georgia telah menemukan bahwa Gurun Maroko dapat mempercepat perkembangbiakan Vibrio, sejenis bakteri laut. Uji coba dilakukan dengan memasukkan debu dari Maroko ke air laut di Florida. Hasilnya, pertumbuhan Vibrio meningkat sebanyak 10 hingga 1.000 kali lipat. Ilmuwan menemukan bahwa zat besi yang terkandung di dalam debu-debu itulah yang mengakibatkan perkembangbiakan.
3. Sistem pembuangan mencemari air minum
Sandra McLellan dari Universitas Wisconsin-Milwaukee telah meneliti bahwa peningkatan curah hujan memengaruhi sistem pipa pembuangan di sekitar Great Lakes. Di Wisconsin, pertumbuhan penduduk memaksa penambahan pada kapasitas sistem pipa pembuangan yang ada. Pada saat terjadi badai, air di pembuangan akan melimpah dan membanjiri danau. Tentu saja air pembuangan ini mengandung bakteri dan virus.
Hanya dengan 4,3 cm curah hujan, air langsung melimpah dan membanjiri sungai. McLellan mengatakan, setengah abad mendatang, volume curah hujan akan meningkat sampai 20 persen. “Bukanlah perubahan iklim yang mengakibatkan masalah baru. Kita sudah bermasalah dengan hal ini. Namun, saat kita ingin mencegah hal skenario buruk itu terjadi. Kita sudah terdahului oleh pemanasan global dan pertumbuhan penduduk,” tambah McLellan. (Arief Sujatmoko, National Geographic News)
Selanjutnya...

174 manatee Florida mati karena ganggang merah

174 manatee Florida mati karena ganggang merah

Miami (ANTARA News) - Perkembangan ganggang merah dituding menyebabkan kematian 174 manatee atau yang kadang disebut lembu laut di sepanjang pesisir barat daya Gulf Coast, Florida, tahun ini.

Pernyataan Komisi Konservasi Margasatwa dan Ikan Florida yang dikutip Reuters menyebutkan, kejadian itu merupakan kematian manatee terbesar yang berhubungan dengan gelombang ganggang merah dalam setahun.

Catatan sebelumnya, gelombang ganggang merah menyebabkan kematian 146 manatee pada 1996, kebanyakan selama Maret dan April.

Manatee Florida, yang rata-rata panjangnya sekitar tiga meter dengan bobot sekitar 454 kilogram, sudah lama terancam punah dan dilindungi oleh undang-undang Amerika Serikat tentang spesies langka tahun 1973.

Petugas di Florida mengatakan sebanyak 81 mamalia laut herbivora itu mati tahun lalu dan selama 2013 ini sudah 205 yang mati karena berbagai penyebab.

Organisme sel tunggal yang membawa gelombang merah dapat mengeluarkan gas beracun saat mati, dan racun tersebut diduga membuat manatee sakit.

"Pertanda bahwa manatee terpengaruh gelombang merah di antaranya kurangnya koordinasi dan stabilitas dalam air, otot yang berkedut dan kesulitan mengangkat kepala untuk bernafas," demikian laporan dari Komisi Perlindungan Margasatwa dan Ikan Florida.

Gelombang ganggang merah yang menyebar di laut pesisir barat daya Florida pertama terlihat pada September lalu.        

Penerjemah : Maria D. Andriana
Editor: Maryati
COPYRIGHT © ANTARA 2013



Selanjutnya...