"Hidup bagi saya sungguh berarti. Demikian pula kehidupan di sekeliling saya. Jika saya mengharapkan hidup saya dihormati, maka saya juga harus menghormati hidup makhluk lainnya. Namun etika di dunia Barat hanya menghormati hubungan di antara sesama manusia. Karena itu saya katakan etika Barat adalah etika yang terbatas. Yang kita perlukan adalah etika tak terbatas yang juga mencakup hubungan kita dengan binatang" (Albert Schweitzer, 1875-1965)

Selasa, 31 Maret 2020

Berjemur untuk memperkuat imun tubuh

Ilustrasi corona (Fauzan Kamil/detikcom)

Memperkuat sistem imun atau kekebalan tubuh menjadi salah satu cara mencegah terjangkit virus Corona (COVID-19). Selain menjaga pola makan dan hidup bersih, yang bisa dilakukan untuk menjaga imunitas adalah berjemur di bawah sinar matahari.
Guru Besar Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat, dan Keperawatan (FKKMK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Prof dr Madarina Julia, Sp A(K), MPH, Ph D, mengatakan tubuh manusia memerlukan sinar matahari untuk membantu meningkatkan produksi vitamin D di dalam tubuh. Sinar matahari ini menjadi sumber utama vitamin D alami, sementara hanya sedikit sekali yang berasal dari makanan.
"Vitamin D ini punya efek imunomodulator yang bisa memperbaiki sistem imun tubuh," jelasnya melalui keterangan tertulis yang dikirim oleh Humas UGM, Selasa (31/3/2020).
Sistem imun ini menjadi pertahanan tubuh dalam melawan virus dan bakteri penyebab penyakit. Sementara, jika tubuh kekurangan vitamin D dapat menghambat pertumbuhan dan rentan terinfeksi virus maupun bakteri.
Lalu kapan waktu yang tepat untuk berjemur guna mendapatkan paparan sinar matahari yang cukup? Madarina menjelaskan waktu berjemur paling efektif adalah saat bayangan tubuh lebih pendek dari tinggi badan. Sementara waktu berjemur yang dianjurkan adalah sekitar 10 hingga 15 menit.
"Waktunya bisa mulai dari jam 10.00 sampai 15.00, jangan dilakukan lebih pagi karena paparan sinar mataharinya tidak mencukupi," tuturnya.
Selanjutnya...

Rabu, 23 Agustus 2017

Warga Gunungkidul Jual Ternak hingga Emas demi Air Bersih

Warga Gunungkidul Jual Ternak hingga Emas demi Air Bersih

VIVA.co.id – Puluhan ribu warga Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta, mulai kesulitan air bersih. Warga pun tak bisa menunggu penyaluran air bersih gratis yang diberikan Pemda yang memang sangat terbatas.
Tak ayal warga harus membeli air bersih dari truk tangki swasta meski harganya mahal. Bahkan, tak sedikit warga yang mulai menjual ternak hingga perhiasan untuk mendapatkan air bersih.
Hal itu terjadi salah satunya di Dusun Karang Desa Girikarto, Kecamatan Panggang. Banyak penampungan air hujan (PAH) milik warga yang mengering seiring dengan berakhirnya musim penghujan beberapa bulan terakhir.
"Sudah enam bulan terakhir ini saya harus beli air bersih Rp150.000 per tangki yang bisa digunakan untuk dua pekan. Bahkan saya sudah menjual emas (perhiasan)," kata Wasiyah, warga dusun setempat, Selasa 11 Juli 2017.
Menurutnya, satu tangki berisi 5.000 liter air dijual oleh pedagang yang setiap hari berlalu lalang di desanya. Selama ini warga di Girikarto memang hanya bisa mengandalkan air hujan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari, karena sumur dan PDAM tak sampai ke tempat mereka. Air memang sangat berharga di tempat ini.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Gunungkidul Budhi Harjo menyampaikan, dari data yang masuk ke pihaknya, sudah ada permintaan droping air bersih ke tujuh kecamatan, yakni Panggang, Purwosari, Tepus, Tanjungsari, Paliyan, Rongkop, dan Girisubo.
Tujuh kecamatan itu meliputi 32 desa, 254 padukuhan dengan jumlah kepala keluarga mencapai 9.046, dan total 45.230 jiwa. (ase)

sumber: http://m.viva.co.id/berita/nasional/934091-warga-gunungkidul-jual-ternak-hingga-emas-demi-air-bersih
Selanjutnya...

Sabtu, 01 April 2017

Katak Dalam Panci

Hasil gambar untuk katak dalam panci

Tersebutlah ada sebuah percobaan biologi untuk melihat bagaimana reaksi katak pada suhu air di sekitarnya, murid – murid diminta datang untuk mengamati perbedaan dua ekor katak yang digunakan pada percobaan.

Singkat cerita ditaruhlah seekor katak dalam panci berisi air. Katak tersebut tenang di tempatnya, berenang – renang tanpa terlihat khawatir. Kemudian panci tersebut diletakkan diatas api, hingga airnya mendidih. Perubahan suhu yang semakin tinggi dan bahkan mematikan ternyata tidak membuat katak ini berusaha keluar dari panci. Katak dalam panci tersebut tetap saja tenang, hingga akhirnya matang terebus dalam air mendidih, mati dengan sukses.

Katak kedua yang masih hidup kemudian dimasukkan pada panci yang telah berisi air mendidih. Seketika si katak ini melompat keluar dari panci, tetap hidup dan selamat, meski harus mengambil resiko jatuh dari ketinggian. Begitu juga saat manusia menghadapi perubahan, manusia begitu nyaman dengan gaya hidupnya saat ini sehingga meskipun mereka menyadari bahwa gaya hidup saat ini akan mengakibatkan pemanasan global, mereka tetap tidak akan berubah. 

Kenaikan 1 atau 2 derajat sama seperti pemanasan perlahan seekor katak di dalam panci, Katak tersebut sudah terlalu nyaman di dalam air sehingga kenaikan suhu di dalam air secara perlahan tidak akan membuat sang katak melompat keluar. Mungkin sebagian orang sudah menyadari adanya pemanasan global tetapi mereka tetap merasa nyaman dengan gaya hidup saat ini, dimana semua serba instant dan teknologi semakin maju, pada akhirnya mereka yang menyadari pun tidak akan bertindak apapun seperti katak yang merasa nyaman di dalam air meskipun menyadari bahwa air tersebut semakin panas. 

Suhu udara terendah saat ini adalah diatas 30 derajat celcius, generasi berikutnya sudah tidak mungkin bisa merasakan bumi yang dingin, terutama jika es di kutub utara dan selatan sudah mencair semuanya, pada saat itu terjadi, suhu bumi akan meningkat dengan sangat drastis dan bumi sudah tidak layak untuk di huni oleh manusia dan binatang. Phytoplanton yang merupakan pengubah karbondioksida menjadi oksigen akan mati, sehingga oksigen akan menjadi terbatas dan hanya orang yang memiliki power yang dapat mengakses udara bersih tanpa tercemar oleh karbondioksida.

Manusia adalah makhluk yang tidak mudah berubah, tetapi jika kita tidak berubah dari sekarang dan berusaha menyelamatkan bumi ini, maka pada akhirnya, semua akan terlambat dan bumi sudah tidak mungkin diselamatkan lagi. Pemanasan global yang terjadi seperti sebuah bola salju yang sedang meluncur ke bawah dengan kecepatan yang semakin tinggi, saat bola salju tersebut masih kecil, mungkin tidak akan sulit bagi kita untuk memecahnya, tetapi pada saat bola salju tersebut sudah menjadi begitu besar, maka effort yang dibutuhkan untuk memecah bola tersebut semakin besar, seperti perkataan filsuf besar di cina, lao tze berkata "Lakukan hal sulit selagi hal tersebut masih mudah", jika masalah dibiarkan maka masalah tersebut tidak menghilang tetapi akan semakin besar seperti bola salju tadi. Bertindaklah sekarang dan save the world :)
Selanjutnya...

Kamis, 18 Agustus 2016

Apa Yang Terjadi Jika Anda Tempelkan Es Batu Pada Titik Tubuh Ini?

Apa Yang Terjadi Jika Anda Tempelkan Es Batu Pada Titik Tubuh Ini?

Metode terapi sederhana ini berasal dari ilmu pengobatan tiongkok yang disebut Feng Fu. Titik yang terletak pada bagian tubuh di antara dua tendon di bagian belakang leher Anda tersebut tepatnya di bagian lubang/lekukan diantara leher dan kepala. Ini adalah tempat, yang dalam akupunktur Cina disebut Feng Fu, atau "penampungan angin". 

Jika Anda secara teratur menempatkan es batu di tempat ini, tubuh Anda akan diremajakan kembali, banyak penyakit akan hilang, dan Anda akan lebih sehat, lebih antusias dan penuh energi. 

Itulah kenapa kita sering melihat petinju atau olahragawan yang dikompres es pada leher belakangnya. Hal ini bertujuan untuk membuat mereka lebih rileks dan mengurangi kelelahan/stress. 

Bagaimana metode terapi ini dilakukan: 

Pertama-tama, tengkuraplah dan menempatkan es batu (2 x 2 cm) pada titik Feng Fu. Tahan es batu selama sekitar setengah jam. Anda dapat menggunakan kain tipis/kassa untuk membalut es batu supaya tidak terjatuh. 

Ulangi prosedur ini secara teratur, 2 atau 3 hari sekali. Pastikan Anda melakukannya di pagi hari sebelum sarapan dan malam sebelum Anda pergi tidur. 

Jika Anda berlatih prosedur ini secara rutin insaallah setidaknya sakit flu tak akan hinggap lagi ke tubuh anda karena kekebalan tubuh makin baik. 

Rasa dingin es batu mungkin akan tidak nyaman pada awalnya. Namun sebaliknya justru nanti anda akan merasakan panas pada titik tersebut setelah beberapa detik. 

Anda juga mungkin dapat mengalami perasaan euforia di beberapa kali anda berlatih metode ini akibat pelepasan endorphin dalam aliran darah Anda. 

Hasil yang diharapkan dari terapi adalah sebagai berikut: 

- Penerapan prosedur ini akan memberikan kualitas tidur yang lebih baik. 
- Ini akan membantu Anda meningkatkan vitalitas secara keseluruhan dan suasana hati yang lebih menyenangkan. 
- Menguatkan sistem kekebalan tubuh, bekerja sangat baik melawan batuk pilek. 
- Menormalkan kerja sistem pencernaan. 
- Meredakan sakit kepala, sakit gigi dan nyeri sendi. 

Metode ini juga membantu pencegahan penyakit-penyakit berikut : 

- Penyakit sistem kardiovaskular (jantung pembuluh darah) 
- Penyakit neurologis dengan perubahan degeneratif pada tulang belakang 
- Penyakit pernapasan 
- Arthritis, hipertensi dan hipotensi 
- Selulit (terutama dalam pencegahan pada tahap pertama) 
- Penyakit menular seksual dan gastrointestinal 
- Obesitas, kekurangan gizi dan masalah lainnya saluran pencernaan terkait 
- Fungsi kelenjar tiroid terganggu 
- Psycho-emosional gangguan, stres, kelelahan, depresi dan insomnia 
- Gangguan siklus menstruasi, infertilitas. 

Metode alami ini aman, bahhkan cara ini membawa seluruh tubuh dan organ kembali ke keseimbangan fisiologis alami, memberikan dorongan hidup yang kuat dan meremajakan seluruh tubuh. 

Catatan: Metode ini sebaiknya tidak dilakukan jika Anda sedang hamil atau Anda menderita skizofrenia atau memiliki riwayat serangan jantung. Share jika bermanfaat...

Sumber: http://www.kompasiana.com/dr_wahyutriasmara/apa-yang-terjadi-jika-anda-tempelkan-es-batu-pada-titik-tubuh-ini_552b75cb6ea834d05e8b456e
Selanjutnya...

Minggu, 12 Juni 2016

Kerusakan Hutan Tropis Memicu Krisis Air



Penebangan hutan (deforestasi) berpengaruh besar pada curah hujan di wilayah tropis.
Hal ini terungkap dari hasil penelitian terbaru yang dilakukan oleh University of Leeds dan NERC Centre for Ecology & Hydrology yang dirilis Rabu (5/9).
Temuan baru ini mengungkap konsekuensi serius penebangan hutan terhadap kehidupan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan Amazon dan hutan Kongo.
Para peneliti menemukan, di wilayah tropis, udara yang melewati hutan yang lebat akan menghasilkan hujan setidaknya dua kali lebih banyak dibanding udara yang melewati wilayah dengan sedikit vegetasi (tumbuh-tumbuhan). Bahkan dalam beberapa kasus, keberadaan hutan-hutan tropis ini akan meningkatkan curah hujan di wilayah negara-negara lain yang letaknya ribuan kilometer jauhnya.
Dengan menggabungkan data di lapangan dan prediksi tingkat kerusakan hutan pada masa datang, para peneliti memerkirakan bahwa kerusakan hutan tropis akan mengurangi curah hujan di wilayah Amazon hingga seperlima (21%) pada saat musim kemarau tahun 2050. Penelitian ini telah diterbitkan pada hari yang sama di jurnal ilmiah “Nature”.
Dr Dominick Spracklen dari School of Earth and Environment, University of Leeds yang memimpin penelitian ini menyatakan terkejut mengetahui bahwa hutan menjaga curah hujan di lebih dari separuh wilayah tropis. “Kami menemukan bahwa hutan Amazon dan hutan Kongo menjaga curah hujan di wilayah sekitarnya – dan menjadi sumber air utama penduduk.”
“Penelitian kami juga menemukan bahwa penggundulan hutan di wilayah hutan Amazon dan Kongo bisa menimbulkan bencana (kekeringan) bagi penduduk yang tinggal di negara-negara di sekitarnya, yang berjarak ribuan kilometer jauhnya.”
Selama ratusan tahun, para peneliti terus berdebat tentang dampak pepohonan terhadap peningkatan curah hujan. Namun hampir semua peneliti sepakat bahwa tanaman atau pepohonan menjaga kelembapan udara melalui dedaunan melalui proses bernama “evapotranspiration”. Kuantitas dan cakupan geografis dari hujan yang dihasilkan oleh hutan skala besar belum terungkap hingga penelitian ini diterbitkan.
Para peneliti menggunakan data curah hujan dan vegetasi yang diambil dari pengamatan satelit milik NASA, bersama dengan model yang memrediksi pola aliran udara di atmosfer guna mengetahui dampak dari hutan tropis.
“Kami meneliti fenomena yang terjadi di udara pada masa lampau – dari mana udara itu berasal dan berapa banyak hutan yang dilewati,” ujar Dr Spracklen.
Guna memahami polanya secara detil, mereka meneliti perjalanan massa udara yang datang dari berbagai wilayah hutan, dan melihat berapa banyak dedaunan dan tanaman yang dilewati oleh udara selama 10 hari terakhir sebelum akhirnya terjadi hujan.
Hasilnya, semakin banyak vegetasi (tumbuh-tumbuhan) yang dilewati oleh udara, udara menjadi semakin lembab dan air hujan yang dihasilkan semakin banyak.
Penelitian yang didanai NERC ini menemukan bahwa hutan Amazon menjaga curah hujan di wilayah pertanian di sebelah utara Brasil. Sementara hutan Kongo meningkatkan curah hujan di wilayah selatan Afrika yang sangat tergantung pada air hujan untuk irigasi pertanian.
Tanpa hutan yang lestari, wilayah-wilayah ini akan menderita kekeringan yang akan berdampak besar bagi kehidupan petani. Gambaran yang sama juga bisa ditemukan di wilayah tropis yang lain termasuk di Indonesia.
Selanjutnya...