"Hidup bagi saya sungguh berarti. Demikian pula kehidupan di sekeliling saya. Jika saya mengharapkan hidup saya dihormati, maka saya juga harus menghormati hidup makhluk lainnya. Namun etika di dunia Barat hanya menghormati hubungan di antara sesama manusia. Karena itu saya katakan etika Barat adalah etika yang terbatas. Yang kita perlukan adalah etika tak terbatas yang juga mencakup hubungan kita dengan binatang" (Albert Schweitzer, 1875-1965)

Selasa, 29 September 2015

Ini Dia, Kebohongan Manfaat Susu Sapi!

dr. Tan Shot Yen 01

Beberapa Poin Penting Yang Anda Harus Ketahui
Berikut ini adalah beberapa poin penting yang harus anda ketahui tentang susu sapi yang selalu diyakini masih sangat bermanfaat tak hanya bagi bayi dan anak-anak manusia, tapi juga untuk seluruh usia dan masih dikonsumsi oleh milyaran orang di dunia.
1. Susu Bukan Konsumsi Alamiah Untuk Selamanya
Kita perlu belajar dari hewan menyusui. Bahwa susu hanya cocok sebagai “makanan antara”, ketika bayinya belum sanggup mengunyah dan mencerna. Begitu bisa tegak, berjalan, mencari makan dan mampu mengunyah makanan padat, maka susu bukan lagi konsumsi alamiahnya.
Hal ini bukan berarti bahwa kita menyamakan manusia dengan hewan menyusui, tapi kita harus dan merasa perlu belajar dari alam, fakta dan menyadari berbagai unsur permainan “kepentingan yang lain” di balik jargon kesehatan yang hanya dipakai untuk nilai jual.
Faktanya, enzim pencernaan manusia untuk mencerna susu juga sudah mulai menyusut pada usia 2-3 tahun. Bersamaan dengan itu, gigi manusia pun sudah komplit di usia dua tahun. Lepas dari susu, kunyah makanan padatnya.
2. Untuk manusia, alam tidak menyediakan susu apa pun, selain Air Susu Ibu (ASI)
Alam tidak menyediakan susu apa pun selain ASI untuk konsumsi manusia. Susu sapi hanya untuk generasi penerus sapi. Susunannya pun sama sekali tidak cocok untuk manusia.
Sekali lagi, komposisi susu sapi hanya untuk membuat anak-anak sapi gemuk, bertulang besar, tidak perlu pandai, apalagi menikmati umur panjang. Artinya, susu sapi alami sama sekali tidak cocok untuk manusia.
Karena “dipaksakan” supaya cocok, maka agar tidak mengandung bakteri, manusia melakukan sterilisasi susu antara lain dengan pasteurisasi (pasteurizing). Efek sampingnya? semua zat gizi susu rusak total, karena itu setelah proses sterilisasi perlu diimbuhkan atau ditambahkan berbagai zat alin supaya kelihatan “bergizi”, proses pasca sterilisasi inilah membuat heboh ‘menyusup’nya bakteri.
Begitu pula agar kolesterol susu sapi yang tinggi tidak membuat manusia kegemukan dan naik kolesterolnya, maka ditemukanlah teknik yang membuat agar susu sapi mendapat istilah ‘skim’, karena minyaknya ditarik atau diambil. Efek sampingnya? manusia tetap gemuk!
Karena bukan melulu kolesterol yang bermasalah, tapi gula susu (Laktosa) dan keasamannyalah yang membuat tulang justru semakin keropos! Supaya “cocok” juga untuk kebutuhan kecerdasan anak manusia, maka ada pemaksaannya lainnya yaitu melalui jalur teknologi.
Susu sapi yang miskin gizi itu ditambahkan zat-zat/asam amino yang diduga sebagai bagian dari kebutuhan perkembangan saraf dan otak. Padahal, kecerdasan lebih dari sekedar Asam Amino atau zat yang diimbuhkan tersebut.
Kecerdasan anak berkaitan sangat erat dengan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) saat anak mengintegrasikan kecerdasan pertamanya secara instinktual yang terletak pada antibodi prima manusia secara alami, yang hanya terdapat dalam ASI. Kecerdasan juga berhubungan dengan pematangan “sambungan-sambungan sistem syaraf”.
Kecerdasan anak berkaitan sangat erat dengan IMD (Inisiasi Menyusu Dini) saat anak mengintegrasikan kecerdasan pertamanya secara instinktual untuk merayap dan menemukan puting susu ibu selepas dilahirkan, sekaligus gerakan merayap tersebut menyelesaikan dan mengintegrasikan refleks-refleks primitifnya!
Kecerdasan terletak pada antibodi prima manusia yang alami, yang hanya terdapat dalam ASI hingga usia 2 tahun saja. Kecerdasan juga berhubungan dengan pematangan “sambungan-sambungan sistem syaraf” dari tiga susunan otak manusia yang terdiri dari:
• Reptilian Brain, yang primitif: hanya mengurus sistem pertahanan diri/survival.
• Mamalian Brain, yang berfungsi mengenali cinta, rasa aman, peduli, kekeluargaan.
• Neo-Mamalian Brain, yang setelah usia 6 tahun baru dapat mengenal istilah cara pikir ‘rasional’.
Kecerdasan manusia bukan melulu tentang pandai berhitung dan berbahasa asing, tapi cerdas secara emosional dan spiritual. Sehingga yang membuat manusia maju dan makmur bukan hanya mereka yang ber IQ (Intelligence Quotient) tinggi, tapi juga ber EQ(Emotional Quotient) tinggi, sehingga mampu menjalin relasi, serta ber SQ (Spiritual Quotient) yang membanggakan, sehingga mampu bersyukur, berhubungan mesra dengan Penciptanya. Nah, mana ada anak sapi yang bisa begini?
3. Susu selain ASI bukan satu-satunya sumber Kalsium
Jika argumen bahwa susu diasup sebagai sumber kalsium yang dipercaya menguatkan tulang, maka perlu ditegaskan kembali: Apakah hanya susu satu-satunya sumber Kalsium?
Kita harusnya mencurigai ‘nasehat-nasehat’ yang menganjurkan orang agar selalu minum susu yang akhirnya hanya sebatas karena penelitian yang sangat sepihak, bahkan sangat kadaluwarsa, dan celakanya: karena ‘kepercayaan’ seri nutrisi jaman penjajahan Belanda yang masih berurat akar.
Tulang pun menjadi kuat bukan semata-mata hanya karena Kalsium. Melainkan kita perlu mengasup Magnesium, Seng (Zinc), Boron, Mangaan, Provitamin D-3, dan lainnya.
Nenek moyang kita sebelum mengenal pabrik susu tidak pernah menderita patah tulang akibat keropos sebelum waktunya. Mengapa itu bisa terjadi? Sekali lagi, karena mereka mengonsumsi makanan alam yang dikunyah, yang juga dapat memperkuat tulang selepas susu ibu di atas 2 tahun!
Calcium-Kalsium
Nenek moyang kita sebelum mengenal pabrik susu tidak pernah menderita patah tulang akibat keropos sebelum waktunya karena mereka mengonsumsi makanan alam yang dikunyah, yang juga dapat memperkuat tulang selepas susu ibu di atas 2 tahun.
Kita juga harus mengetahui, bahwa mengonsumsi satu cangkir Selada Bokor(iceberg lettuce) dapat memberikan kekuatan tulang yang dihari tua, dan mencegah terjadinya patah tulang panggul! Hal ini telah dirisetkan oleh para ahli dari Harvard University, Amerika Serikat yang melibatkan 72.000 wanita.
Kalsium pada susu yang bukan ASI, sekali lagi ditegaskan: TIDAK DIKENAL oleh tubuh manusia. Oleh karenanya bersifat “Non-bio-available”, jadi, bukannya membuat tulang lebih kuat, malah kalsium akan ‘nyasar’ ke tempat yang salah.
Dan tempat yang paling sering menjadi sasaran pendaratan kalsium adalah: dinding pembuluh darah!
Bukannya mendapatkan manfaat positif dari susu, malah mendapat bonus penyakit yang sangat tidak menyenangkan, yaitu: penebalan dinding pembuluh darah dan segala akibatnya, sebagaimana yang telah dipaparkan dalam salah satu jurnal kedokteran anak oleh Dr. Frank Oski, dalam Upstate Medical Center Department of Pediatrics, USA.
Orang Amerika dan Eropa Utara mengonsumsi 800 mg – 1200 mg kalsium sehari, tapi tetap saja mereka lebih menderita osteoporosis atau keropos tulang dibanding orang Asia dan Afrika yang hanya mengonsumsi 300 mg – 500 mg kalsium per hari.
Mengapa bisa terjadi? Karena daging merah, gula, tepung dan bahan makanan berupa bumbu non-alam, justru menyebabkan keasaman darah meningkat!
Untuk menetralisirnya, tubuh mengambil kalsium (yang bersifat alkalis) dari tulang. Sehingga masalah osteoporosis bukanlah bahwa seseorang itu tidak cukup memakan kalsium, melainkan masalahnya adalah mereka kehilangan kalsium.
Dengan demikian, mengasup lebih banyak kalsium ke dalam tubuh bukanlah jawabannya, karena Anda justru bisa kehilangan lebih banyak kalsium daripada yang Anda asup, misalnya dengan tetap memakan daging merah, gula, terigu, beras, berbagai saus dan kecap produksi pabrik, dan lainnya.
Apabila ekstra kalsium yang dikonsumsi berasal dari makanan yang mengandung protein tinggi seperti susu, keju dan es krim, keadaan menjadi lebih buruk karena makanan ini adalah pembentuk asam yang sangat tinggi. Oleh karenanya tubuh justru semakin kehilangan kalsium.
4. Susu bukan ASI dapat menyebabkan banyak keburukan
Dari hasil konvensi dunia (World Breastfeeding Week, 1-7 Agustus 2006), Elisabeth Sterken, BSc.MSc Nutritionist INFACT Canada/North America menuliskan bahwa susu bukan ASI dapat menyebabkan:
  1. Meningkatnya risiko asma.
  2. Menyebabkan alergi.
  3. Penurunan perkembangan kecerdasan.
  4. Peningkatan risiko infeksi saluran napas atas.
  5. Kekurangan nutrisi yang tidak didapatkan dalam susu non ASI.
  6. Risiko kanker masa anak.
  7. Risiko penyakit kronik.
  8. Risiko diabetes.
  9. Risiko penyakit kardiovaskuler.
  10. Risiko kegemukan.
  11. Risiko infeksi pencernaan.
  12. Risiko radang telinga.
  13. Risiko semua efek samping akibat penambahan zat yang tidak semestinya dalam susu bubuk dan susu cair.
Lagi pula, semua susu bukan ASI sudah mengandung laktosa / gula susu  supaya “betah” di lidah anak yang menyukai rasa manis “tingkat tinggi”,  karena yang penting disukai manusia terutama anak-anak, kan?
Selain itu, mana ada pabrik susu mau peduli dengan masalah kelebihan karbohidrat buruk? Namun justru tetap diimbuhi “sukrosa” yaitu gula rantai panjang! Atau “corn syrup” yaitu gula ‘pembunuh’ nomor satu di Amerika Serikat!
Belum lagi tambahan “perisa”. Apakah anda paham betul istilah ini? Nama lainnya adalah rasa Sintetis! Dan susunya pun berasal dari “skimmed, powdered dan milk”.
Bahkan susu cair pun melalui proses skim dahulu. Anda perlu pun bisa terheran-heran, mengapa susu yang sudah cair perlu dijadikan bubuk, lalu dibuat ‘cair’ lagi.
cow milk bahaya susu sapi
Elisabeth Sterken, BSc.MSc Nutritionist INFACT Canada/North America menuliskan bahwa susu bukan ASI dapat menyebabkan: Meningkatnya risiko asma. Menyebabkan alergi. Penurunan perkembangan kecerdasan. Peningkatan risiko infeksi saluran napas atas. Kekurangan nutrisi yang tidak didapatkan dalam susu non ASI. Risiko kanker masa anak. Risiko penyakit kronik. Risiko diabetes. Risiko penyakit kardiovaskuler. Risiko kegemukan. Risiko infeksi pencernaan. Risiko radang telinga. Risiko semua efek samping akibat penambahan zat yang tidak semestinya dalam susu bubuk dan susu cair.
Sekitar 30-40 tahun yang lalu, ketika anak Indonesia mentah-mentah menolak susu karena tidak menyukai bau susu dan harus ‘dipaksa’ minum, label komposisi susu bubuk cukup tertulis: WHOLE MILK. Titik.
Risiko whole milk pun membuat manusia terpaksa seperti sapi sungguhan: gemuk, bodoh, lamban dan berusia pendek! Semestinya para pakar yang memang mau menyuarakan tentang susu, sebelumnya perlu mengikuti konvensi dunia serupa yang memang diselenggarakan bagi para pakar, pengayom kesehatan dan informasi yang terbaru bagi masyarakatnya.
Konvensi ilmiah yang berkualitas tinggi dan kredibel tentu diselenggarakan tanpa sponsor pabrik teknologi pangan atau farmasi yang mempunyai kepentingan di dalamnya!
5. Susu dari sapi memakan pakan buatan, bukan pakan alami
Sebagai tambahan, salah satu pilihan: anda bisa membuka situs Dr. Mercola,mercola.com, ketik “milk”, atau topik apa pun yang anda ingin ketahui di kolom mesin pencari artikelnya.
Anda akan berkelana ke ‘dunia baru’ dan membaca berbagai hal yang telah diperjuangkan banyak orang pada saat ini, sementara negara kita masih menjadi ‘keranjang pembuangan’ berbagai produk yang sudah tidak lagi diterima masyarakat dari tempat produk itu berasal.
cow milk sapi susu buatan
Susu yang berasal dari sapi dengan pakan buatan.
Dr. Tan Shot Yen juga sangat menyesali kepercayaan dan mitos akan susu ini merasuk di benak ibu-ibu yang hidup dengan ekonomi pas-pas-an, sehingga ada faham ‘asal anak sudah minum susu, rasanya aman!’ Padahal gizi anak membutuhkan lebih.
Anak bergigi membutuhkan makanan untuk dikunyah, dengan sumber karbohidrat-protein-dan lemak yang jauh lebih tinggi tingkatannya. Bahkan susu yang berasal dari sapi diasup oleh pakan buatan manusia bernama MBM (Meat-Bone-Meal).
MBM tersebut yang menyebabkan sapi membentuk protein asing bernama “Prion” sebagai cikal bakal sapi gila (mad cow(Lihat Nyata, edisi II Agustus 08, edisi IV Mei 2008)
Anak-anak kita bertulang dan bergigi kuat hingga akhir hayatnya karena gaya hidup sehat, bukan minum susu segelas tiap malam sambil terpana di depan televisi atau game komputer pencuci otak, sambil dengan lincah memainkan kedua jempol tangan kanan-kirinya.
Lagi pula coba saja pikir, bagaimana bisa sehat jika susu asli yang seharusnya mudah basi atau busuk, namun dapat bertahan selama berbulan-bulan dalam kemasan atau bahkan berbentuk bubuk?
Sangat jelas sekali bahwa itu bukanlah susu, apalagi susu asli, tapi hanya rasanya saja seperti susu dengan menambahkan atau memakai perasa susu buatan yang juga berbahaya bagi kesehatan untuk jangka panjang.
Maka itu, bergaya hidup sehatlah dengan mengandalkan makanan alam, lepas dari campur tangan industri yang hanya mementingkan uang dan keuntungan tanpa melihat efek dan resikonya terhadap tubuh dan kesehatan anda dan juga anak anda, yang justru dapat memburuk dikemudian hari. Mencegah lebih baik daripada terlanjur mengobati. Semoga bermanfaat. (sumber: dr. Tan Shot Yen /mercola.com/berbagai sumber)
Selanjutnya...

Senin, 21 September 2015

Pemanasan Global, Kebakaran Hutan Kian Merajalela



Dalam setahun, kebakaran hutan, lahan gambut, dan pembakaran hutan untuk dijadikan lahan pertanian telah membunuh sekitar 339 ribu orang di seluruh dunia. Sebagian besar korban jatuh di Afrika, khususnya sub-Sahara. Di kawasan tersebut, diperkirakan sekitar 157 ribu orang tewas per tahun akibat kebakaran itu. Adapun Asia Tenggara ada di peringkat kedua dengan 110 ribu kematian.

“Kami sangat terkejut melihat hasil studi kami yang menunjukkan korban sangat banyak yang berjatuhan jika mengingat orang tidak sering terkena imbas kebakaran hutan,” kata Fay Johnston, ketua tim peneliti dari University of Tasmania. “Di Asia Tenggara dan Afrika, di mana kebakaran hutan sudah menjadi fenomena musiman, kasus kebakaran pun tidak terjadi sepanjang tahun,” ucapnya.

Dalam memantau kebakaran hutan di seluruh dunia, peneliti menggunakan data satelit dan pemodelan kimia untuk mengetahui dampak kesehatan akibat asap dan partikel yang berukuran di bawah 2,5 mikrometer, polusi yang umum dihasilkan oleh kebakaran hutan. Meski jumlah kematian akibat kebakaran hutan yang mereka temukan itu jauh lebih rendah dibandingkan perkiraan sebelumnya, tetapi mereka tetap menyimpulkan bahwa kebakaran hutan juga merupakan kontributor penting bagi kematian global.

Ironisnya, ke depan, kebakaran akan menjadi lebih parah. Mike Flannigan, peneliti dari University of Alberta yang juga merupakan ilmuwan dari lembaga Natural Resources Canada, melakukan penelitian untuk memprediksi seburuk apa kebakaran akan terjadi di tahun 2081 sampai 2090 mendatang.

Menggunakan variabel ‘cumulative daily severity rating’ yang ia buat, Flannigan memprediksi aktivitas api akan meningkat di sebagian besar Bumi, khususnya di belahan utara dengan peningkatan hingga dua sampai tiga kali lipat. Artinya, akan ada peningkatan aktivitas api secara signifikan di akhir abad ini, di saat temperatur global juga beranjak memanas.

“Cuaca ekstrim mendorong aktivitas api, dan kemungkinan akan ada banyak cuaca ekstrim di masa depan. Saat itu terjadi, semua akan menjadi semakin buruk dan mencapai titik di mana semuanya tak lagi bisa kita kontrol,” ucap Flannigan.

Saat ini saja, dalam setahun, sekitar 350 sampai 450 juta hektar hutan terbakar atau dibakar. Sebagai gambaran, kawasan itu hampir sama luas dengan negara India dan dibutuhkan anggaran triliunan rupiah untuk mengatasi dan menanggulanginya. Orang yang tinggal di dekat kawasan hutan diminta bersiap-siap untuk segera dievakuasi. 

Di sisi lain, pemerintah perlu mempertimbangkan langkah pencegahan, edukasi, pembuatan kawasan larangan pembakaran, bahkan menerapkan hukuman yang tegas bagi pelanggar.

“Intinya, kita akan melihat lebih banyak api di masa depan. Dan dunia yang lebih hangat sangat cocok bagi api untuk menyala-nyala,” ucapnya. Penelitian yang dilakukan terhadap dampak dan tren kebakaran hutan ini sendiri telah dipublikasikan di jurnal Environmental Health Perspectives. (Sumber: Agence France-Presse)
Selanjutnya...

Minggu, 20 September 2015

PBB Melaporkan KONSUMSI DAGING adalah Penyebab Utama Pemanasan Global


Peternakan daging dan susu menggunakan miliaran galon minyak untuk menjalankan traktor, bahan bakar kapal dan truk untuk alat transportasi hewan ternak dan makannya, memompa miliaran galon air untuk irigasi sawah dan menjalankan usaha rumah jagal, energi listrik untuk pendingin agar bahan-bahan tersebut tidak membusuk, serta sistem saluran pembuangan limbah untuk membersihkan beberapa polusi yang dihasilkan.
Di samping perubahan iklim, polusi, kekurangan air, penggurunan, dan kekurangan pangan; beberapa ilmuwan sekarang percaya bahwa umat manusia tengah memasuki suatu periode yang diistilahkan “puncak minyak”, dimana setengah dari simpanan minyak bumi dunia sudah terpakai. Sementara minyak bumi semakin sulit untuk didapat di tengah permintaannya yang semakin tinggi.
Industri daging bukan saja sangat memboroskan air, minyak bumi, lahan, dan bahan kimia; juga menciptakan polusi parah bagi tanah, air, dan udara; dan membanjiri pasar-pasar kita dengan produk yang benar-benar beracun bagi kesehatan kita.
Jika kita melihat kurva pertumbuhan populasi manusia dalam ratusan tahun terakhir ini, kita akan melihat bahwa kurva itu secara persis sepadan dengan kurva pertumbuhan energi yang memungkinkan kita menciptakan jumlah makanan yang sangat besar. Kelebihan makanan telah memberi dorongan terhadap ledakan populasi manusia – dan sapi, babi, ayam, ikan, dan hewan ternak lainnya yang dikurung untuk disembelih demi makanan.
Masalah lingkungan utama akibat mengonsumsi makanan hewani adalah jumlah hewan ternak diproduksi amat besar, dimana mereka harus makan, dan makan, dan makan yang banyak. Tujuh puluh lima persen biji-bijian dunia dan sekitar separuh dari ikan yang terseret di dalam jala DIBOROSKAN untuk memelihara miliaran hewan agar menjadi besar dan gemuk untuk disembelih, atau untuk menghasilkan produk susu dan telur pada tingkat permintaan konsumen yang tinggi. Bukankah ini pemborosan yang besar?
Pertimbangkan:
1 potong brokoli, 1 potong terong, 4 ons kembang kol, 8 ons nasi
hanya membutuhkan 0,0098 galon bensin
Sedangkan
6 ons daging sapi
membutuhkan 0,1587 galon bensin, 16 kali lebih banyak
Jadi untuk menghasilkan ½ kg daging sapi diperlukan 1 galon bensin (1 kg = 35,27 ons)
Sebenarnya sumber daya dari satu orang pemakan daging, telur, dan susu dapat memberi makan lima belas orang yang berpola makan nabati.
Dengan mempertimbangkan masalah-masalah seperti perubahan iklim, polusi, penggurunan, kekurangan air, dan kelaparan dunia maka kita perlu memikirkan kembali kebiasaan pola makan daging dan beralih ke vegan organik. Para peternak perlu berpikir untuk beralih menjadi petani sayuran organik.

Sumber: https://www.facebook.com/PBB-Melaporkan-KONSUMSI-DAGING-adalah-Penyebab-Utama-Pemanasan-Global-349076334722/timeline/
Selanjutnya...