"Hidup bagi saya sungguh berarti. Demikian pula kehidupan di sekeliling saya. Jika saya mengharapkan hidup saya dihormati, maka saya juga harus menghormati hidup makhluk lainnya. Namun etika di dunia Barat hanya menghormati hubungan di antara sesama manusia. Karena itu saya katakan etika Barat adalah etika yang terbatas. Yang kita perlukan adalah etika tak terbatas yang juga mencakup hubungan kita dengan binatang" (Albert Schweitzer, 1875-1965)

Rabu, 29 Oktober 2014

Bencana Gempa Bumi Terjadi Akibat Pemanasan Global


Gempa bumi besar berkekuatan 7,3 skala Richter terjadi lagi di Indonesia, tepatnya pada hari Rabu (2/9) pukul 14.55 WIB, berpusat di kedalaman 30 km di bawah Samudra Indonesia atau 142 km barat daya Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat. Sebelumnya kejadian gempa (sebagian diikuti dengan Tsunami) terjadi di DIY dan Jateng tanggal 27 Mei 2006 (5,9 skala Richter), Pangandaran, Jabar tanggal 17 Juli 2006 (6,8 skala Richter), Nias, Sumut tanggal 28 Maret 2005 (8,7 skala Richter) dan yang paling fenomenal terjadi di Aceh dan Sumut tanggal 24 Desember 2004 (9,0 skala Richter) yang diikuti Tsunami dengan korban jiwa sekitar 106.523 orang.

Mengapa gempa bumi sekarang ini sering terjadi? Apakah ada hubungannya dengan peristiwa Pemanasan Global dan Perubahan Iklim yang sedang kita alami sekarang ini?

Jawaban pertanyaan tersebut diungkapkan oleh seorang ahli geologi, Bill McGuire dariHazard Research Center di University College London, seperti ditulis LiveScience, bahwa gempa bumi, letusan gunung berapi, tsunami, dan tanah longsor, adalah bencana alam yang terjadi akibat perubahan iklim. Menurut Mc Guire, ada dua penyebabnya.

Yang Pertama, gangguan keseimbangan kerak Bumi. Lapisan es di kutub yang memiliki berat menekan kerak Bumi yang berada di bawahnya. Karena es mencair, kerak di bawahnya berusaha mencari keseimbangan baru. Pergeseran keseimbangan ini dapat memicu aktivitas magma di dalam kerak Bumi maupun aktivitas gempa bumi. “Pada akhir Zaman Es, tercatat adanya peningkatan besar-besaran aktivitas seismik bersamaan dengan penyusutan lapisan es di Skandinavia maupun tempat-tempat lain seperti itu dan memicu tanah longsor di bahwa laut yang pada akhirnya memicu tsunami,” ungkap Mc Guire.

Penyebab kedua, tekanan air laut. Suhu laut yang bertambah panas mengakibatkan air laut memuai. “Memuainya air laut ditambah es yang mencair ke dalam laut menekan kerak Bumi di bawahnya. Hal ini dapat menekan magma apapun yang ada di sekitarnya keluar dari gunung berapi sehingga memicu letusan,” urai Mc Guire. Mekanisme ini dipercaya menjadi penyebab letusan periodik Gunung Pavlof di Alaska yang meletus setiap musim dingin ketika permukaan air laut lebih tinggi. Mc Guire sendiri melakukan penelitian yang dimuat pada jurnal Nature pada tahun 1997.

Penelitian para ahli menunjukkan bahwa kekuatan perusakan oleh gempa bumi meningkat dengan laju yang sangat mengkhawatirkan dan kecenderungan ini terus berlanjut, kecuali masalah Pemanasan Global bisa diatasi secara menyeluruh dan dengan segera. Pengukuran yang dilakukan oleh NASA membenarkan bahwa Bumi menyerap setidaknya 0,85 Megawatt per km2 energi lebih banyak dari matahari daripada kemampuannya untuk memantulkan panas itu kembali ke luar angkasa, karena terhalang oleh lapisan Gas Rumah Kaca yang terakumulasi di atmosfer Bumi.

Kita kembali diberi peringatan oleh Tuhan melalui cobaan dalam bentuk bencana alam, agar lebih peduli terhadap keadaan Bumi yang semakin renta. Kerusakan alam dan lingkungan yang terjadi sebagian besar akibat ulah manusia sendiri. Dibutuhkan semangat dan kemauan yang kuat dari seluruh komponen warga Bumi agar laju kecepatan Pemanasan global dapat direduksi bahkan dihentikan dengan tindakan nyata sesegera mungkin. Tidak ada yang bisa menyelamatkan Bumi selain warga Bumi sendiri. Tidak ada tempat untuk sembunyi atau pindah ke luar Bumi, karena belum diketemukan planet layak huni seperti Bumi. Jadi sebelum bencana alam semakin sering terjadi, sebelum semakin banyak korban jiwa berjatuhan, sebelum udara dan air semakin langka di Bumi, ayo kita sungguh-sungguh ‘Sayangi Bumi’!

Sumber: http://umum.kompasiana.com/2009/09/04/bencana-gempa-bumi-terjadi-akibat-pemanasan-global-11096.html
Selanjutnya...

Penyebab Pemanasan Global

Peternakan (konsumsi daging) Dalam laporan terbaru, Fourth Assessment Report, yang dikeluarkan oleh Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC), satu badan PBB yang terdiri dari 1.300 ilmuwan dari seluruh dunia, terungkap bahwa 90% aktivitas manusia selama 250 tahun terakhir inilah yang membuat planet kita semakin panas. Sejak Revolusi Industri, tingkat karbon dioksida beranjak naik mulai dari 280 ppm menjadi 379 ppm dalam 150 tahun terakhir. Tidak main-main, peningkatan konsentrasi CO2 di atmosfer Bumi itu tertinggi sejak 650.000 tahun terakhir!



IPCC juga menyimpulkan bahwa 90% gas rumah kaca yang dihasilkan manusia, seperti karbon dioksida, metana, dan dinitrogen oksida, khususnya selama 50 tahun ini, telah secara drastis menaikkan suhu Bumi. Sebelum masa industri, aktivitas manusia tidak banyak mengeluarkan gas rumah kaca, tetapi pertambahan penduduk, pembabatan hutan, industri peternakan, dan penggunaan bahan bakar fosil menyebabkan gas rumah kaca di atmosfer bertambah banyak dan menyumbang pada pemanasan global.

Penelitian yang telah dilakukan para ahli selama beberapa dekade terakhir ini menunjukkan bahwa ternyata makin panasnya planet bumi dan berubahnya sistem iklim di bumi terkait langsung dengan gas-gas rumah kaca yang dihasilkan oleh aktivitas manusia.

Khusus untuk mengawasi sebab dan dampak yang dihasilkan oleh pemanasan global, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) membentuk sebuah kelompok peneliti yang disebut dengan Panel Antarpemerintah Tentang Perubahan Iklim atau disebut International Panel on Climate Change (IPCC). Setiap beberapa tahun sekali, ribuan ahli dan peneliti-peneliti terbaik dunia yang tergabung dalam IPCC mengadakan pertemuan untuk mendiskusikan penemuan-penemuan terbaru yang berhubungan dengan pemanasan global, dan membuat kesimpulan dari laporan dan penemuan- penemuan baru yang berhasil dikumpulkan, kemudian membuat persetujuan untuk solusi dari masalah tersebut .

Salah satu hal pertama yang mereka temukan adalah bahwa beberapa jenis gas rumah kaca bertanggung jawab langsung terhadap pemanasan yang kita alami, dan manusialah kontributor terbesar dari terciptanya gas-gas rumah kaca tersebut.Kebanyakan dari gas rumah kaca ini dihasilkan oleh peternakan, pembakaran bahan bakar fosil pada kendaraan bermotor, pabrik-pabrik modern, pembangkit tenaga listrik, serta pembabatan hutan.


Tetapi, menurut Laporan Perserikatan Bangsa Bangsa tentang peternakan dan lingkungan yang diterbitkan pada tahun 2006 mengungkapkan bahwa, "industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). " Hampir seperlima (20 persen) dari emisi karbon berasal dari peternakan. Jumlah ini melampaui jumlah emisi gabungan yang berasal dari semua kendaraan di dunia!

Sektor peternakan telah menyumbang 9 persen karbon dioksida, 37 persen gas metana (mempunyai efek pemanasan 72 kali lebih kuat dari CO2 dalam jangka 20 tahun, dan 23 kali dalam jangka 100 tahun), serta 65 persen dinitrogen oksida (mempunyai efek pemanasan 296 kali lebih lebih kuat dari CO2). Peternakan juga menimbulkan 64 persen amonia yang dihasilkan karena campur tangan manusia sehingga mengakibatkan hujan asam.

Peternakan juga telah menjadi penyebab utama dari kerusakan tanah dan polusi air. Saat ini peternakan menggunakan 30 persen dari permukaan tanah di Bumi, dan bahkan lebih banyak lahan serta air yang digunakan untuk menanam makanan ternak.

Menurut laporan Bapak Steinfeld, pengarang senior dari Organisasi Pangan dan Pertanian, Dampak Buruk yang Lama dari Peternakan - Isu dan Pilihan Lingkungan (Livestock's Long Shadow-Environmental Issues and Options), peternakan adalah "penggerak utama dari penebangan hutan .... kira-kira 70 persen dari bekas hutan di Amazon telah dialih-fungsikan menjadi ladang ternak.

Selain itu, ladang pakan ternak telah menurunkan mutu tanah. Kira-kira 20 persen dari padang rumput turun mutunya karena pemeliharaan ternak yang berlebihan, pemadatan, dan erosi. Peternakan juga bertanggung jawab atas konsumsi dan polusi air yang sangat banyak. Di Amerika Serikat sendiri, trilyunan galon air irigasi digunakan untuk menanam pakan ternak setiap tahunnya. Sekitar 85 persen dari sumber air bersih di Amerika Serikat digunakan untuk itu. Ternak juga menimbulkan limbah biologi berlebihan bagi ekosistem.

Konsumsi air untuk menghasilkan satu kilo makanan dalam pertanian pakan ternak di Amerika Serikat

Selain kerusakan terhadap lingkungan dan ekosistem, tidak sulit untuk menghitung bahwa industri ternak sama sekali tidak hemat energi. Industri ternak memerlukan energi yang berlimpah untuk mengubah ternak menjadi daging di atas meja makan orang. Untuk memproduksi satu kilogram daging, telah menghasilkan emisi karbon dioksida sebanyak 36,4 kilo. Sedangkan untuk memproduksi satu kalori protein, kita hanya memerlukan dua kalori bahan bakar fosil untuk menghasilkan kacang kedelai, tiga kalori untuk jagung dan gandum; akan tetapi memerlukan 54 kalori energi minyak tanah untuk protein daging sapi!

Itu berarti kita telah memboroskan bahan bakar fosil 27 kali lebih banyak hanya untuk membuat sebuah hamburger daripada konsumsi yang diperlukan untuk membuat hamburger dari kacang kedelai!

Dengan menggabungkan biaya energi, konsumsi air, penggunaan lahan, polusi lingkungan, kerusakan ekosistem, tidaklah mengherankan jika satu orang berdiet daging dapat memberi makan 15 orang berdiet tumbuh-tumbuhan atau lebih.


Marilah sekarang kita membahas apa saja yang menjadi sumber gas rumah kaca yang menyebabkan pemanasan global.

Anda mungkin penasaran bagian mana dari sektor peternakan yang menyumbang emisi gas rumah kaca. Berikut garis besarnya menurut FAO:



1. Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak

a. Penggunaan bahan bakar fosil dalam pembuatan pupuk menyumbang 41 juta ton CO2 setiap tahunnya

b. Penggunaan bahan bakar fosil di peternakan menyumbang 90 juta ton CO2 per tahunnya (misal diesel atau LPG)

c. Alih fungsi lahan yang digunakan untuk peternakan menyumbang 2,4 milyar ton CO2 per tahunnya, termasuk di sini lahan yang diubah untuk merumput ternak, lahan yang diubah untuk menanam kacang kedelai sebagai makanan ternak, atau pembukaan hutan untuk lahan peternakan

d. Karbon yang terlepas dari pengolahan tanah pertanian untuk pakan ternak (misal jagung, gandum, atau kacang kedelai) dapat mencapai 28 juta CO2 per tahunnya. Perlu Anda ketahui, setidaknya 80% panen kacang kedelai dan 50% panen jagung di dunia digunakan sebagai makanan ternak.7

e. Karbon yang terlepas dari padang rumput karena terkikis menjadi gurun menyumbang 100 juta ton CO2 per tahunnya

2. Emisi karbon dari sistem pencernaan hewan

a. Metana yang dilepaskan dalam proses pencernaan hewan dapat mencapai 86 juta ton per tahunnya.

b. Metana yang terlepas dari pupuk kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton per tahunnya.

3. Emisi karbon dari pengolahan dan pengangkutan daging hewan ternak ke konsumen


a. Emisi CO2 dari pengolahan daging dapat mencapai puluhan juta ton per tahun.

b. Emisi CO2 dari pengangkutan produk hewan ternak dapat mencapai lebih dari 0,8 juta ton per tahun.

Kesimpulan:


Dari uraian di atas, Anda bisa melihat besaran sumbangan emisi gas rumah kaca yang dihasilkan dari tiap komponen sektor peternakan. Di Australia, emisi gas rumah kaca dari sektor peternakan lebih besar dari pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam kurun waktu 20 tahun, sektor peternakan Australia menyumbang 3 juta ton metana setiap tahun (setara dengan 216 juta ton CO2), sedangkan sektor pembangkit listrik tenaga batu bara menyumbang 180 juta ton CO2 per tahunnya.

Tahun lalu, penyelidik dari Departemen Sains Geofisika (Department of Geophysical Sciences) Universitas Chicago, Gidon Eshel dan Pamela Martin, juga menyingkap hubungan antara produksi makanan dan masalah lingkungan. Mereka mengukur jumlah gas rumah kaca yang disebabkan oleh daging merah, ikan, unggas, susu, dan telur, serta membandingkan jumlah tersebut dengan seorang yang berdiet vegan.

Mereka menemukan bahwa jika diet standar Amerika beralih ke diet tumbuh-tumbuhan, maka akan dapat mencegah satu setengah ton emisi gas rumah kaca ektra per orang per tahun. Kontrasnya, beralih dari sebuah sedan standar seperti Toyota Camry ke sebuah Toyota Prius hibrida menghemat kurang lebih satu ton emisi CO2.


Sumber: http://awalsholeh.blogspot.com/2009/07/penyebab-pemanasan-global.html
Selanjutnya...

Peternakan adalah Pembunuh Iklim



Penelitian yang didanai oleh kelompok Foodwatch, yang dilakukan di Institut Riset Ekonomi Lingkungan di Jerman, membandingkan emisi gas rumah kaca antara pola makan daging versus tanpa daging. Penelitian itu menemukan bahwa emisi seorang pemakan daging selama periode waktu 1 tahun setara dengan emisi yang dikeluarkan oleh mobil yang telah menempuh jarak 4.758 km. Sebaliknya, seorang vegetarian ditemukan dapat mengurangi emisi ini separuhnya. Selain itu, mereka yang vegan dapat memangkas 1/7 emisi gas rumah kaca, atau memangkas 86% emisi, sementara mereka yang menjalani gaya hidup vegan yang organik dihitung dapat memangkas 94% emisi. Penelitian ini, yang memperhitungkan sejumlah faktor seperti sumbangan metana dari hewan dan juga dari pakan serta pembuatan pupuk, menyimpulkan: Produksi dan konsumsi, pertama-tama dan yang terutama, daging sapi dan susu harus dipangkas secara drastis.”
Gas rumah kaca dari berbagai jenis kebiasaan makan, per kapita dan per tahun yang dibandingkan dengan jarak tempuh mobil dalam kilometer*

Vegan
  • 281 km                        Pertanian Organik
  • 629 km                        Pertanian Konvensional
Vegetarian
  • 1978 km                      Pertanian Organik
  • 2427 km                      Pertanian Konvensional
Pola Makan dengan Daging
  • 4377 km                      Pertanian Organik
  • 4758 km                      Pertanian Konvensional
* setara dengan emisi dari BMW 118d dengan 119g CO2/km, Sumber: Pengawasan Pangan
Perbandingan Emisi Gas Rumah Kaca
berdasar Pola Makan selama 1 Tahun per Orang:

Emisi Pola Makan
Emisi Mobil
Reduksi
Pemakan Daging
4.758 km

Vegetarian
2.427 km
50%
Vegan
629 km
86%
Vegan Organik
281 km
94%

Di waktu yang lalu, saya melihat artikel Audubon “Pola Makan Rendah Karbon” dan selanjutnya menyesal bahwa saya tidak mendiskusikannya lebih jauh. Saya tidak ingin memperpanjang surat ini lebih lama lagi dan membicarakannya sekarang, tetapi inilah saat yang baik untuk memeriksa apakah Anda masih memakan hewan dan ingin berhenti. Kita harus mulai.
Penyingkapan sepenuhnya: Saya senang makan daging. Saya dilahirkan di Memphis, kota daging panggang di Galaksi Milky Way. Saya memuja masak dengan perlahan, daging babi asap pohon hickory disajikan di roti dengan saus tambahan dan sesendok salad coleslaw di atasnya.
Nafsu karnivora saya melampaui tingkat DNA. Itu dalam jiwa saya. Saya akui, bahkan kekejaman industri peternakan tidak menyentuh hati saya, seperti kebanyakan orang Amerika, saya dapat menjauhkan semua pikiran tentang apa yang terjadi terhadap daging sebelum sampai ke piring.
Jadi mengapa di dunia ini saya harus vegetarian? Mengapa saya harus menghindari daging termasuk babi yang aneh yang ada di garpu rumah saya? Jawabannya sederhana: Saya punya anak laki-laki berumur 11 tahun, dan apa yang kita taruh di atas piring kita secara langsung dapat mempercepat atau memperlambat tren pemanasan.
Dan ini kesukaan yang lainnya dan penting, bagian dari potongan:
Tetapi dengan pemanasan global, inilah kebenaran yang tidak menyenangkan tentang produk-produk daging dan susu: Jika Anda memakannya, tanpa memperhatikan asalnya dan bagaimana mereka dihasilkan, Anda berarti menyumbang terhadap perubahan iklim. Jika daging Anda berasal dari Selandia Baru atau dari halaman Anda sendiri, jika kambing Anda bukan dari ras organik atau industri peternakan, ia tetap memberikan dampak negatif terhadap pemanasan global.

Selanjutnya...

Hubungan Produksi dan Konsumsi Daging terhadap Pemanasan Global

Hasil gambar untuk sapi

Produksi daging menyebabkan 80% pemanasan global. Angka tersebut sungguh membuat kita tercengang-cengang dan tak habis pikir. Apa kaitannya sehingga produksi daging berperan besar terhadap pemanasan global? Benarkah mengurangi jumlah industri peternakan dengan mengurangi konsumsi daging adalah cara yang paling efektif untuk memangkas emisi gas rumah kaca? Tentunya kedua pertanyaan ini menjadi kontroversi.

Pemanasan global merupakan sesuatu yang sedang ramai dibicarakan dan mungkin sudah tak asing lagi di telinga kita karena kita sudah sangat sering mendengarnya di berbagai media baik itu dari media elektronik maupun media cetak. Tapi menghubungkannya dengan produksi dan konsumsi daging, mungkin saja banyak masyarakat yang tak pernah menduganya.

Pada dasarnya angkutan dan industri sering dituding bertanggungjawab terhadap efek pemanasan global. Selain oleh penyebab lain, efek pemanasan global disebabkan oleh tiga gas yaitu methana, karbon dioksida dan nitrogen oksida. Ketiganya berasal dari peternakan besar.

Dua belas persen emisi gas methana dihasilkan hanya oleh milyaran ternak yang dipelihara di seluruh dunia. Hal ini jauh lebih berbahaya, jika kita tahu bahwa satu molekul methana menyumbang efek pemanasan global 25 kali lebih besar daripada satu molekul karbon dioksida.

Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor peternakan sapi, kerbau, domba, kambing, babi, dan unggas menghasilkan emisi gas rumah kaca yang setara dengan 18 persen CO2.

Seekor sapi rata-rata menghasilkan Nitrogen dua kali lipat dibandingkan mobil dengan katalisator yaitu sekitar 36 kilogram per tahun. Jumlah ini lebih banyak dari gabungan seluruh transportasi di seluruh dunia sehingga dengan mudah kita dapat menjadikan peternakan sebagai sebuah solusi utama dalam memerangi pemanasan global.

Sektor peternakan menghasilkan 65 persen dinitrogen oksida yang berpotensi terhadap pemanasan global yang lebih besar daripada CO2 yang sebagian besar berasal dari kotoran ternak. Sektor itu juga menghasilkan 37 persen dari semua metana yang dihasilkan oleh manusia, metana mempunyai efek pemanasan 23 kali lebih kuat dari CO2, yang sebagian besar dihasilkan oleh sistem pencernaan hewan pemamah biak. Metana memiliki dampak sekitar 25 kali CO2. Tetapi sungguh, ketika metana sudah berada di atas sana, di atmosfer dan bereaksi, ia akan mempunyai dampak 72 kali lebih besar dari CO2 dan itu mempunyai pengaruh yang sangat besar.

Selain itu peternakan juga menghasilkan 64 persen amonia yang secara signifikan menghasilkan hujan asam, Emisi amonia dari peternakan mencapai angka 90% dari seluruh tinja cair. Amonia ditemukan di area tertentu, seperti di peternakan dan juga tempat penyimpanan dan produksi pupuk organik. Amonia dan Nitrogen yang dihasilkan dapat diturunkan dengan cara mengurangi jumlah ternak, mengubah makanan ternak, dan mengurangi produksi tinja cair. Hal ini akan menguntungkan tak hanya secara ekologis tapi juga secara ekonomis.

Peternakan sekarang menggunakan 30 persen dari tanah di seluruh permukaan bumi yang pada umumnya berupa padang rumput permanen tetapi juga menempati 33 persen dari lahan subur di seluruh dunia yang digunakan untuk menghasilkan makanan ternak. Pada saat hutan dibabat untuk membuat padang rumput baru, peternakan menjadi penyebab utama penggundulan hutan. Seluruh data ini membuat kebanyakan orang memutuskan untuk tidak memakan daging alias vegetarian.


Selanjutnya...

Senin, 27 Oktober 2014

Usaha peternakan memberikan kontribusi signifikan terhadap pemanasan global

Freddy Pattiselanno (Mengajar mata kuliah Ilmu Lingkungan Ternak di Fakultas Peternakan Perikanan & Ilmu Perikanan UNIPA)

Ternak secara alami memerlukan lingkungan sebagai tempat tinggal, karena jauh sebelum didomestikasi hewan liar yang hidup di alam membutuhkan tempat tinggal (habitat) yang juga sekaligus menyediakan sumber pakan bagi mereka. Menurut kaidah ekologi fenomena ini merupakan hal yang wajar karena dalam kehidupannya, hewan melakukan interaksi dengan lingkungan tempat hidupnya. 

Beberapa fakta berikut menunjukkan bahwa bidang peternakan mempunyai keterkaitan yang sangat erat dengan aspek lingkungan ditunjukkan dengan berbagai bukti seperti berikut ini:
  • Dua pertiga ternak di dunia berada di negara-negara berkembang
  • Praktek memelihara ternak merupakan usaha peternakan berbasis (multi purposes) atau dengan tujuan beragam yang dipelihara secara ekstensif karena ternak memainkan peranan penting dalam kehidupan keluarga dan merupakan budaya dan status sosial pemeliharanya.
  • Pemanfaatan areal yang kurang sesuai untuk lahan pertanian sebagai ”grazing area” ternak merupakan hal yang umum ditemukan
  • Pengelolaan usaha merupakan kombinasi antara usaha peternakan dan tanaman pertanian/perkebunan, relatif berkelanjutan karena limbah pertanian menjadi sumber pakan ternak dan kotoran ternak menyediakan pupuk bagi tanaman, sumber energi keluarga (biogas). Kondisi ini memberikan kontribusi ekonomi yang signifikan bagi kehidupan keluarga peternak.
Kondisi ini terus berjalan dan mencapai puncaknya sehingga mempengaruhi hubungan bidang peternakan dengan lingkungan pada periode ”revolusi peternakan” sebagai akibat dari revolusi industri. Perubahan yang terjadi membawa dampak terhadap perkembangan usaha peternakan di negara-negara berkembang. Selain itu juga perkembangan penduduk dunia memacu peningkatan permintaan produk peternakan sehingga produktivitas ternak semakin dipacu untuk memenuhi permintaan produk asal ternak. Guna mengimbangi kondisi tersebut, ketersediaan pakan yang memadai juga diperlukan. Beberapa hal yang menandai terjadinya perubahan dimaksud antara lain:
  • Usaha peternakan menjadi usaha berbasis tunggal (single purpose)
  • Jumlah ternak peliharaan meningkat dengan periode pemeliharaan yang semakin singkat
  • Peningkatan kebutuhan pakan ternak dalam jumlah yang besar, sehingga peternak kecil cenderung bergantung pada pakan impor (yang lebih efisien untuk mengejar target produksi)
  • Ternak tidak lagi diumbar, tetapi diperlihara dalam kandang (karena memudahkan dalam pengontrolan penyakit dan produksi
  • Perubahan yang terjadi membawa dampak terhadap degradasi lingkungan termasuk diantaranya masalah lingkungan yang terjadi di bidang peternakan
Beberapa masalah lingkungan yang terjadi akibat dari perkembangan di bidang peternakan antara lain seperti yang disebut berikut ini:
  • Meningkatnya limbah peternakan yang mencemari lingkungan sekitar. Dalam situasi seperti ini pananganan limbah yang efisien menjadi alternatif yang perlu dilakukan.
  • Terjadi peningkatan kadar nitrogen dan fosfor asal kotoran ternak di lingkungan yang pada akhirnya mempengaruhi kondisi dan kualitas lingkungan
  • Usaha peternakan menjadi sumber lalat dan bau yang merupakan sumber polusi lingkungan yang berbahaya
  • Berkembangnya berbagai jenis penyakit zoonosis yang mudah menular melalui kondisi lingkungan yang kurang mendukung

Berkaitan dengan isu pemanasan global akhir-akhir ini, muncul pernyataan yang mencengangkan dunia peternakan karena menurut perkiraan produksi daging menyebabkan 80% pemanasan global. Dengan demikian bagaimana produksi daging dapat memicu terjadinya pemanasan global? Benarkah mengurangi jumlah industri peternakan dengan mengurangi konsumsi daging adalah cara yang paling efektif untuk memangkas emisi gas rumah kaca?

Mengenal sumber polusi dalam usaha peternakan
1. Sumber polusi
Usaha peternakan sering dituding sebagai sumber pencemaran lingkungan. Hal ini berkaitan dengan limbah yang dihasilkan yang secara rinci ditunjukan dalam Tabel berikut
2. Gas yang dihasilkan dari usaha peternakan
Limbah peternakan menghasilkan gas-gas yang cepat menguap dan menimbulkan bau yang tidak sedap. Menurut Harsanto (1993) yang dikutip oleh Haryanto (1997), beberapa jenis gas yang dihasiklkan antara lain CO, CO2, CH4, NO2, NO, NH3, H2S, SO, SO2 yang konsentrasinya bervariasi menurut jumlah dan species ternaknya. Beberapa hasil penelitian terhadap konsentrasi gas-gas antara lain:
1. Limbah Sapi PO misalnya menghasilkan gas-gas antara lain: CH4 50-70%; CO2 25-45%; O2 0,5-3%; N2O 1%; CO 0,1-1% dan H2S 1.000-2.000 ppm
2. Kotoran ayam basah terdiri dari 68,3% air; 1,4% N; 0,7% P2O5 dan 0,1% K2O
3. Kotoran ayam kering terdiri dari 9,5% air; 4,2% N; 3,04% P2O5 dan 1,4% K2O

Kontribusi usaha peternakan terhadap pemanasan global
Efek pemanasan global disebabkan oleh tiga gas yaitu methana, karbon dioksida dan nitrogen oksida. Ketiganya berasal dari peternakan besar. Dua belas persen emisi gas methana dihasilkan hanya oleh milyaran ternak yang dipelihara di seluruhdunia.Hal ini jauh lebih berbahaya, jika kita tahu bahwa satu molekul methana menyumbang efek pemanasan global 25 kali lebih besar daripada satu molekul karbon dioksida.

Menurut laporan Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO), sektor peternakan sapi, kerbau, domba, kambing, babi, dan unggas menghasilkan emisi gas rumah kaca yang setara dengan 18 persen CO2. Sektor peternakan juga menghasilkan 65 persen dinitrogen oksida yang berpotensi terhadap pemanasan global yang lebih besar daripada CO2 yang sebagian besar berasal dari kotoran ternak. Tiga puluh tujuh persen dari semua metana yang dihasilkan oleh manusia juga berasal dari sektor peternakan, dimana metana mempunyai efek pemanasan 23 kali lebih kuat dari CO2. Metana memiliki dampak sekitar 25 kali CO2. Tetapi sungguh, ketika metana sudah berada di atas sana, di atmosfer dan bereaksi, ia akan mempunyai dampak 72 kali lebih besar dari CO2 dan itu mempunyai pengaruh yang sangat besar.

Selain itu peternakan juga menghasilkan 64 persen amonia yang secara signifikan menghasilkan hujan asam, Emisi amonia dari peternakan mencapai angka 90% dari seluruh tinja cair. Amonia ditemukan di area tertentu, seperti di peternakan dan juga tempat penyimpanan dan produksi pupuk organik. Amonia dan Nitrogen yang dihasilkan dapat diturunkan dengan cara mengurangi jumlah ternak, mengubah makanan ternak, dan mengurangi produksi tinja cair. Hal ini akan menguntungkan tak hanya secara ekologis tapi juga secara ekonomis.

Beberapa faktor yang ikut menyumbang terjadinya pemanasan global antara lain dari sektor industri peternakan khususnya produsen pakan dan industri peternakan antara lain:

1. Emisi karbon dari pembuatan pakan ternak

Dalam proses pembuatan pakan ternak memerlukan proses terlebih dahulu pada saat pengolahan lahan pertanian untuk pakan ternak dapat menghasilkan gas karbon dioksida sebanyak 28 juta ton pertahunnya. Sedangkan karbon dioksida yang terlepas dari padang rumput yang terkikis menjadi gurun sebesar 100 juta ton pertahunnya. Pembukaan lahan yang di gunakan untuk peternakan menyumbang emisi 2,4 miliar ton karbon dioksida pertahunnya. Sedangkan untuk penggunaan bahan bakar fosil, peternakan menyumbang 90 juta ton karbon dioksida setiap tahunnya.

2. Emisi karbon dari pencernaan hewan ternak

Dalam proses pencernaan hewan ternak khususnya ruminansia dibantu oleh bakteri metanogen. Bakteri ini menimbulkan produksi gas metan, gas metan yang di hasilkan dari pencernaan hewan ternak dalam setahun dapat mencapai 86 juta ton pertahunnya.Sedangkan metana yang terlepas dari pupuk dari kotoran hewan dapat mencapai 18 juta ton pertahunnya.

3. Emisi karbon dari pengangkutan serta pengolahan hasil ternak

Pada saat pengolahan daging hasil peternakan dapat menghasilkan emisi karbon sebesar puluhan juta ton pertahunnya. Sedangkan dari pengangkutan hasil ternak ke konsumen dapat menghasilkan emisi gas karbon dioksida dapat mencapai 10 juta ton pertahunnya.

Sudah saatnya kita memikirkan bersama bagaimana langkah yang tepat untuk mengurangi sumbangan sektor peternakan terhadap pemanasan global.

NB:  Bagian dari bahan ajar Ilmu Lingkungan Ternak pada Program Diploma Kesehatan Hewan FPPK UNIPA

Selanjutnya...