"Hidup bagi saya sungguh berarti. Demikian pula kehidupan di sekeliling saya. Jika saya mengharapkan hidup saya dihormati, maka saya juga harus menghormati hidup makhluk lainnya. Namun etika di dunia Barat hanya menghormati hubungan di antara sesama manusia. Karena itu saya katakan etika Barat adalah etika yang terbatas. Yang kita perlukan adalah etika tak terbatas yang juga mencakup hubungan kita dengan binatang" (Albert Schweitzer, 1875-1965)

Selasa, 13 Januari 2015

Biota Laut Terancam Punah

Biota Laut Terancam Punah

TEMPO.COOslo - Biota laut tengah menghadapi masalah serius: kepunahan massal. Kombinasi dari temperatur tinggi, pengasaman, dan minimnya oksigen menjadi faktor mematikan yang menggerogoti kesehatan samudera. Kecepatannya melebihi perkiraan semula. 

Berbagai bentuk kehidupan di laut berada dalam risiko kepunahan terburuk sepanjang masa. Sebuah studi mengungkapkan bahwa perubahan iklim dan penangkapan ikan secara berlebihan mengancam kehidupan berbagai organisme laut. 

Studi yang dilakukan oleh International Programme on the State of the Ocean (IPSO) menunjukkan bahwa gangguan terhadap terumbu karang atau meluasnya "zona mati"--perairan yang memiliki kandungan oksigen amat rendah--sulit ditangani dalam waktu singkat. 

Laporan tersebut menyatakan masalah yang disebabkan oleh pemanasan global dan berbagai faktor lain akan bertambah buruk bila seluruh faktor bergabung satu sama lain. 

"Kita menghadapi punahnya beberapa spesies laut dan seluruh ekosistem laut, seperti terumbu karang dalam satu generasi," demikian isi laporan studi itu kepada Perserikatan Bangsa-Bangsa. 

Laporan itu menyebutkan bahwa perubahan yang mempengaruhi sejumlah laut di berbagai belahan bumi terjadi jauh lebih cepat daripada skenario terburuk yang diprediksi dalam beberapa tahun terakhir. 

Laporan yang melibatkan 27 peneliti kelautan tersebut juga mengingatkan perlunya dunia segera mengambil tindakan untuk mengantisipasi kemungkinan tersebut. 

"Bila tidak segera diatasi, konsekuensi dari aktivitas manusia akan berisiko menyebabkan peristiwa kepunahan massal di laut melalui kombinasi efek perubahan iklim, eksploitasi berlebihan, dan kerusakan habitat," kata para peneliti. 

Mereka telah mendata lima kepunahan massal selama 600 juta tahun. Peristiwa terbaru adalah ketika dinosaurus menghilang dari muka bumi sekitar 65 juta tahun lampau yang diperkirakan akibat tumbukan asteroid. Periode Permian juga berakhir secara tiba-tiba pada 250 juta tahun silam. 

"Penemuan ini sangat mengejutkan," kata Alex Rogers, Direktur Ilmiah IPSO, dalam kesimpulannya tentang hasil lokakarya para pakar kelautan 2011 yang digelar oleh IPSO dan International Union for Conservation of Nature (IUCN) di Oxford University, Inggris.

Kepunahan massal organisme laut akan berdampak besar pada umat manusia. Ikan adalah sumber utama protein bagi seperlima populasi dunia. Laut juga membantu mendaur oksigen dan menyerap karbon dioksida, gas rumah kaca yang sebagian besar berasal dari aktivitas manusia. 

Jelle Bijma, peneliti dari Alfred Wegener Institute, mengatakan laut menghadapi ancaman "trio mematikan", yaitu temperatur tinggi, pengasaman atau acidification, dan minimnya oksigen (anoxia). Ketiga faktor yang berbahaya bagi kesehatan laut itu terlibat dalam beberapa kepunahan massal sebelumnya. 

Penumpukan karbon dioksida dari bahan bakar fosil dituding oleh panel ilmuwan iklim PBB sebagai penyebab pemanasan global. Gas rumah kaca itu diserap oleh laut dan memicu terjadinya pengasaman air laut. Sementara, polusi dan sisa pupuk yang terbawa sungai ke samudera menyebabkan anoxia yang memicu terjadinya "zona mati". 

"Dari sudut pandang geologi, kepunahan massal terjadi hanya dalam waktu semalam. Namun, dalam skala waktu manusia, kita mungkin tidak menyadari sedang berada di tengah-tengah peristiwa tersebut," kata Bijma.

Studi mengatakan bahwa tindakan yang paling mudah dilakukan oleh berbagai negara untuk memutarbalikkan kondisi itu adalah membatasi penangkapan ikan. Pemerintah di tiap negara juga harus segera menekan laju pemanasan global dengan beralih dari bahan bakar fosil, misalnya, ke energi yang lebih bersih, seperti tenaga surya dan angin. 

"Berbeda dengan perubahan iklim, hal ini dapat langsung ditanggulangi dengan cepat dan efektif oleh perubahan kebijakan," kata William Cheung dari University of East Anglia. "Penangkapan ikan secara berlebihan diperkirakan bertanggung jawab atas lebih dari 60 persen kepunahan spesies ikan laut, baik lokal maupun global." 

Salah satu spesies ikan yang menjadi korban penangkapan ikan tak terkendali adalah ikan bahaba Cina, yang dapat tumbuh sepanjang 2 meter. Harga 1 kilogram gelembung renangnya, yang dipercaya memiliki khasiat obat, naik dari beberapa dolar saja pada 1930-an menjadi US$ 20-70 ribu.

Kombinasi berbagai masalah itu menunjukkan bahwa kematian spesies laut di seluruh dunia yang akan terjadi dalam waktu dekat ini akan menyaingi kepunahan massal di masa lalu. 

"Kematian terumbu karang saja sudah dapat dianggap sebagai kepunahan massal," kata Alex Rogers, yang juga peneliti dari University of Oxford. Sebuah peristiwa bleaching pada 1998 membunuh seperenam terumbu karang tropis dunia. Kematian karang berumur 1.000 tahun di Samudera Hindia itu sangat tak terduga. 

Sebuah studi berbeda yang dirilis pekan lalu juga memaparkan dengan detail tentang kenaikan permukaan laut akibat pemanasan global. Studi itu menemukan bahwa permukaan samudera dunia naik secara signifikan selama satu abad terakhir. 

Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2011/07/01/095344193/Biota-Laut-Terancam-Punah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar