"Hidup bagi saya sungguh berarti. Demikian pula kehidupan di sekeliling saya. Jika saya mengharapkan hidup saya dihormati, maka saya juga harus menghormati hidup makhluk lainnya. Namun etika di dunia Barat hanya menghormati hubungan di antara sesama manusia. Karena itu saya katakan etika Barat adalah etika yang terbatas. Yang kita perlukan adalah etika tak terbatas yang juga mencakup hubungan kita dengan binatang" (Albert Schweitzer, 1875-1965)

Rabu, 13 Januari 2016

Industri Minyak akan menyebabkan Kiamat Tahun 2028?

Industri Minyak akan Menyebabkan Kiamat Tahun 2028?
Bumi Akan Mengalami Kiamat Bukan 2012 Tapi Pada 2028? 

Segala macam buku, catatan, berita tentang ramalan kiamat tanggal 21 Desember 2012 semakin santer saja kita lihat di sana sini. Bahkan di beberapa negara besar umpamanya di Amerika ada sebagian orang kaya yang sudah mempersiapkan berbagai cara untuk menghindari kiamat Desember 2012 itu. Ada yang membuat apartemen di bawah tanah, ada yang menyiapkan balon udara besar, bahkan ada pula yang sudah menyimpan makanan di sebuah tempat khusus untuk bertahan selama setahun penuh dalam ‘tempat perembunyian’ tersebut. Apakah memang bumi ini akan segera kiamat satu bulan ke depan? Ternyata belum ada fakta ilmiah yang mendukung hal tersebut. Bahkan pihak NASA sudah berulangkali membantahnya. Fenomena yang akan terjadi pada bulan Desember nanti adalah fenomena biasa dengan ‘beberapa guncangan’, tapi tidak menyebabkan kiamat. Itu menurut para ahli dan NASA. 

Tapi ada perhitungan lain yang menunjukkan bahwa bumi kita akan kiamat tahun 2028. Dan perhitungan tersebut dinyatakan secara matematis dan masuk akal. Seorang jurnalis dan aktivis perubahan iklim bernama Bill McKibben di hadapan 1.000 orang di University of California Los Angeles beberapa hari yang lalu mengatakan, “Orang yang radikal bekerja untuk perusahaan minyak." Ia mengatakan kalau kita, dan juga pemerintah tidak peduli maka bumi ini sementara menuju kebinasaan. McKibben berada di Los Angeles karena sementara mengadakan sebuah tur nasionalnya yang berjudul "Do the Math". Sebuah kegiatan dengan agenda tunggal: Perubahan iklim adalah sebuah hitungan matematika yang sangat sederhana. Lantas apa sih hasil perhitungan matematika sederhana tersebut? Hasil perhitungan math tersebut ternyata tidak terlihat baik bagi bumi kita ini. Alamat akhirnya berujung buruk. Sederhananya, jika para pemimpin dunia tidak segera mengambil tindakan: "Planet ini akan hancur." Menurut McKibben Matematika iklim, bekerja secara sederhana tapi tepat. 

Pemimpin dunia baru-baru ini mencapai suatu perjanjian internasional yang didasarkan pada pemahaman ilmiah bahwa kenaikan suhu global 2 derajat Celsius saja sudah akan menimbulkan bencana bagi masa depan umat manusia. Para ahli sepakat dan menyetujuinya. Lantas bagaimana sih perhitungannya secara sederhana? Begini. Untuk mencapai temperatur global yang mengkhawatirkan itu, maka bumi melepaskan 565 gigaton karbon dioksida ke atmosfer. Dan di sinilah letak permasalahannya: perusahaan bahan bakar fosil saat ini memiliki 2.795 gigaton karbon dioksida dalam cadangan bahan bakar mereka. Dan suka atau tidak, bisnis mereka tergantung pada bahan bakar yang dipasarkan dan digunakan. Merujuk pada tingkat konsumsi saat ini, dunia akan melewati ambang batas 565 gigaton dalam waktu 16 tahun ke depan. Ya, tepat sekali, 16 tahun dari sekarang adalah tahun 2028. Awal dari bencana dan kehancuran bumi yang nyata. Nah, ada pendapat menarik dan tuntutan ekstrem untuk mencegah kiamat tersebut. Tuntutan dan sekaligus tantangan berat bagi sebuah industri yang paling menguntungkan dalam sejarah umat manusia. Industri perminyakan. Untuk menghindari kiamat, maka industri yang paling menguntungkan tersebut justru perlu ditutup. Itu harga yang harus dibayar. Tuntutan tersebut bukan hal yang gampang dan mudah. 

Industri minyak memberikan keuntungan tahunan sebesar $137 miliar (sekitar Rp1,3 kuadriliun). Angka yang sangat sangat fantastis tentunya. Industri minyak juga memberi pengaruh sangat dalam pada lingkup kekuasaan politik. Bahkan minyak dan politik seakan dua magnet yang saling menempel dalam sejarah perpolitikan manusia modern. McKibben mencatat, "perusahaan minyak patuh hukum karena mereka bisa mendikte hukum." Tapi di sisi lain, masyarakat modern Amerika saat ini justru sangat percaya tentang adanya pemanasan global. Sebuah jajak pendapat terbaru menunjukkan bahwa ada sekitar 74 persen orang Amerika yang percaya pada perubahan iklim, dan tak kurang dari 68 persen menganggap hal itu sebagai sesuatu yang berbahaya. Masalah yang dihadapi para aktivis lingkungan adalah bagaimana menerjemahkan angka-angka itu menjadi sebuah tindakan nyata.

McKibben sebagai seorang penulis yang sangat popular dapat mengubah suasana kuliah bagi para mahasiswanya menjadi hidup, bahkan kegiatan kuliah diubah menjadi semacam sarana kampanye. Sebelum mengadakan kuliah umum, Do the Math dengan cerdas bekerja sama dengan kelompok-kelompok lingkungan setempat. Sebelum perkuliahan McKibben dimulai, kelompok-kelompok ini diperbolehkan naik ke atas panggung dan berbicara tentang isu-isu setempat yang perlu diperjuangkan. Sekarang pertanyaannya, sanggupkah manusia bumi meninggalkan keperkasaan dan ketergantungan mereka terhadap industri minyak? Masalah perubahan iklim hampir secara eksklusif selalu bersifat politis. Antara energi yang dapat diperbaharui dan teknik yang lebih efisien, teknologi sebenarnya sudah ada untuk mencegah bencana pemanasan global. Lalu seperti apa hal tersebut menjembatani masalah iklim dan ketergantungan terhadap industri minyak? Meskipun penerapannya di Amerika Serikat masih tertinggal, teknologi seperti itu sesungguhnya sedang digunakan dalam skala massal di negara-negara lain. 

Di Cina dengan populasi miliaran dan kesenjangan kekayaan yang luar biasa, 25 persen negara itu masih menggunakan panel surya untuk memanaskan air. Atau juga ambil contoh Jerman, negara dengan perekonomian kuat di Eropa itu sudah sejak lama, yaitu hampir satu dekade berhasil mendapatkan setengah energi dari sumber yang berkelanjutan. Amerika sebenarnya bisa lebih baik dari itu. Asalkan saja negara super power itu memiliki kemauan untuk mewujudkannya. Menurut McKibben, kunci untuk mewujudkan tujuan itu adalah dengan memerangi industri bahan bakar fosil dari akarnya. Bagaimana memulainya? McKibben mengatakan bahwa harus diperjuangkan secara sungguh-sungguh pembebasan global dari perusahaan bahan bakar fosil. "Kami meminta orang-orang yang percaya pada masalah perubahan iklim untuk menghentikan mencari nafkah dari itu. Sama seperti dengan gerakan pembebasan apartheid di Afrika Selatan, kita harus mengeliminasi perusahaan minyak yang dianggap terhormat." Dengan lantangnya ia memberi dan membagikan ajakan itu. Melanjutkan aksi protes terhadap proyek-proyek energi yang tidak berkelanjutan (non-sustainable) juga terasa akan sangat penting saat ini. "Saya tidak tahu apakah kita akan menang. Namun, saya tahu kita akan berjuang.” Demikian ia berkeyakinan. Bahkan ia melanjutkan dengan mengatakan kalimat lucu berikut ini kepada para ahli geologi, "Jika Anda menemukan minyak lagi, jangan bilang pada siapa pun di mana letaknya." 

McKibben mengecam keras perusahaan-perusahaan bahan bakar fosil seperti Exxon Mobile, yang disebutnya sebagai "penjahat" karena terus mengejar minyak bumi dan batubara. Menurutnya hasil pembakaran dua bahan itu hanya akan menghancurkan planet bumi yang kita diami saat ini. Mengapa sepertinya tidak ada yang bisa dilakukan tentang perubahan iklim? Dengan kerasnya McKibben mengatakan bahwa tidak banyak yang bisa dilakukan adalah diolehkarenakan perusahaan-perusahaan besar tersebut menghabiskan begitu banyak uang demi melobi pemerintah dan mencegah perubahan, dan terus mencurahkan lebih banyak lagi uang untuk terus mencari cadangan bahan bakar baru. Tiada henti-hentinya dan tak ada habis-habisnya. Ia mengunci dengan sebuah pertanyaan sederhana tapi mendasar, "Apakah otak besar itu berpadu dengan hati yang cukup besar untuk perubahan?" 

Michael Sendow

Selengkapnya : http://www.kompasiana.com/michusa/industri-minyak-akan-menyebabkan-kiamat-tahun-2028_551987a1a333113f19b6591b
Selanjutnya...

Selasa, 12 Januari 2016

Bumi Makin Rusak, Pemanasan Global Makin Parah, Hidup Manusia Terancam



KONFRONTASI - Kerusakan alam yang kian para telah memicu pemanasan global yang mengancam keselamatan umat manusia. Diperkirakan, jika tidak ada solusi atas masalah tersebut, maka suhu bumi akan naik drastis.
Hal itu dipaparkan Konselor Kerjasama dan Kebudayaan Direktur Institut Perancis di Indonesia, Bertrand de Hartingh, di hadapan perwakilan negara dunia dalam konsultasi publik World Wide Views on Climate and Energy, Sabtu 6 Juni 2015.
Menurut Dr. Bertrand de Hartingh, 15 tahun mendatang, pemanasan global akan menyebabkan suhu bumi naik hingga 4 derajat.
Untuk mencegah bencana itu terjadi, kesempatan manusia di dunia untuk mengantisipasi penurunan suhu bumi hanya berlaku saat ini dan tak bisa lagi ditunda-tunda.
"Kita harus mulai hari ini, apabila ini terus dibiarkan, maka 15 tahun ke depan semua sudah terlambat untuk diperbaiki, habis sudah," kata Bertrand de Hartingh.
Bertrand menilai masalah ini bukanlah masalah satu atau dua negara saja. Tapi, sudah menjadi masalah penting yang harus diperhatikan seluruh dunia. "Ini adalah masalah penting seluruh dunia. Jadi kita harus mencari solusi bersama, kesepakatan bersama untuk mencegah pemanasan global lebih parah lagi," katanya.
Dampak terkini yang mulai dirasakan adalah semakin meningkatnya suhu bumi. Hal itu dibuktikan dengan mulai melelehnya sebagian bongkahan es di dua kutub bumi.[mr/viva]
- See more at: http://www.konfrontasi.com/content/teknologi/bumi-makin-rusak-pemanasan-global-makin-parah-hidup-manusia-terancam
Selanjutnya...

Jumat, 08 Januari 2016

Kiamat Kejutkan Dunia? Ini Spekulasi yang Beredar

ISTIMEWA

JAKARTA, JITUNEWS.COM - Dunia heboh diguncang oleh suara misterius yang muncul di berbagai langit Eropa. Suara itu terdengar menyeramkan, memekakan telinga dan aneh. Spekulasi pun muncul terkait dengan suara yang terdengar di Jerman, Ukraina, Amerika, Kanada, dan Berlarus.
Seperti dilansir Daily Mail, Selasa (26/5/2015) berikut ini spekulasi dan penjelasan terkait fenomena tersebut.

Teori Geologi: Gesekan Lempeng Tektonik
Lempeng tektonik adalah kerak dan bagian teratas dari mantel Bumi yang disebut sebagai litosfer. Lempeng tektonik memiliki ketebalan 100 kilometer (km) dan memiliki dua jenis material utama yaitu kerak samudera yang juga disebut sima dari silikon dan magnesium dan kerak benua yaitu sial dari silikon dan aluminium. Beberapa ilmuwan menduga suara aneh itu berasal dari bencana alam, seperti gempa Bumi, gelombang air pasang, atau ledakan gas metana.

Tekanan Atmosfer
Tekanan atmosfer didefinisikan sebagai gaya per satuan luas yang diberikan terhadap permukaan dengan berat udara di atas permukaan itu.

Gesekan Kereta
Suara tersebut diduga berasal dari gesekan kereta dengan rel dan kabel di atasnya.

Konstruksi
Suara benturan yang ditimbulkan dari para pekerja konstruksi bangunan yang dilakukan pada saat yang sama di daerah tertentu dapat menyebabkan suara yang serupa.

UFO dan Alien
Apakah mungkin suara ini berasal dari kendaraan terestrial UFO atau makhluk luar planet?


@jitunews http://www.jitunews.com/read/14696/kiamat-kejutkan-dunia-ini-spekulasi-yang-beredar#ixzz3wj6zFZdL
Selanjutnya...

Kamis, 07 Januari 2016

Musim Dingin, Kutub Utara Malah Capai Titik Leleh

Musim Dingin, Kutub Utara Malah Capai Titik Leleh

TEMPO.COAmerika Serikat -Berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, musim dingin 2015 merupakan yang terhangat dalam beberapa periode ini. Bahkan, Antartika pun terkena imbasnya.

Rabu pagi lalu, suhu di Kutub Utara menanjak hingga angka 0 derajat Celsius, atau berkisar di titik leleh. "Ini 10 derajat lebih tinggi dari rata-rata tahun ini," kata Brandon Miller, seorang meteorolog CNN seperti dilansir dari IFL Science, Senin, 4 Januari 2015.

Kenaikan suhu ini terjadi karena dua alasan. Pertama, adanya massa bertekanan rendah yang bergerak sepanjang Amerika Serikat hingga Eropa; dibarengi tekanan tinggi di daerah Siberia, Rusia. Dua pergerakan ini menyebabkan badai musim dingin di sekitar Atlantik, yang menyapu hawa panas dari area Selatan ke Utara.

"Jadi, hawa panas dari Afrika dan Eropa berpindah ke arah utara, dan meningkatkan suhu di kutub," kata Miller.

Kondisi ini tentu memperburuk lelehan es di Kutub Utara yang semakin meningkat akibat pemanasan global. Selama musim panas, lelehan es dalam jumlah besar memang tak terhindarkan. Namun, bila musim dingin yang biasanya menjadi momen restorasi jumlah es bagi Kutub Utara tak lagi dapat diandalkan, maka ada ancaman kumpulan es raksasa ini akan lenyap dari muka bumi.

Anomali cuaca musim dingin ini juga terjadi di Amerika dan Eropa. Suhu yang meningkat membuat mereka tak dilanda angin dingin dan salju tebal. Cuaca di area tersebut lebih mirip dengan cuaca musim semi yang cenderung sejuk, dibarengi dengan kelembaban tinggi.

Selanjutnya...

Selasa, 05 Januari 2016

Ilmuwan Ramalkan Kiamat Sudah Dekat Akibat Asam Laut Naik Tajam

Samudera Antartika

GLOBALINDO.CO, SKOTLANDIA – Para ilmuwan lagi-lagi membuat ramalan tentang kiamat. Terbaru, peradaban manusia diramalkan segera punah  menyusul pengingkatan keasaman laut yang berlangsung cepat.

Kondisi itu bakal menyapu habis 90 persen kehidupan di atas Bumi. Para ilmuwan menyebut, bencana yang disebut ‘The Great Dying’ seperti ini, merupakan ulangan dari kejadian serupa pada periode Permian 299 juta tahun silam.

Mereka pun memperkuat ramalannya dengan arugementasi ilmiah berdasar penelitian University of Edinburgh Skotlandia. Dr Matthew Clarkson, peneliti University of Edinburgh, mengatakan peningkatan keasaman laut itu hasil dari emisi karbon aktivitas manusia.

“Para ilmuwan sudah mencurigai akan adanya keasaman laut pada saat kepunahan masal nanti, namun belum ada bukti yang kuat mengenai itu,” kata Clarkson, seperti dilansir dari Mirror.uk, Jumat (10/4).

Masih berdasar penelitian ini, kata Matthew, tingkat pH laut menurun hingga 0,7 dalam 10.000 tahun. Namun, sejak era revolusi industri dan aktivitas manusia kekinian, membuat asam laut meningkat secara cepat, pH hanya berkurang hingga 0,1.

“Kehidupan di laut sudah semakin tertekan,” cetusnya.

Ia mengatakan, pemicu dari meningkatnya asam laut adalah aktivitas manusia yang menghasilkan CO2 (karbondioksida) dalam jumlah besar.

“Jika kadar emisi CO2 terus meningkat, bisa jadi ‘The Great Dying’ (kepunahan masal) akan menjadi akibatnya,” tambahnya.

Selain CO2, para peneliti lain juga sempat mengajukan beberapa prakiraan mengenai penyebab dari terjadinya kepunahan masal itu. Misalnya, kurangnya oksigen di laut hingga metana dari mikroba.

Sementara ilmuwan sistem bumi Andy Ridgwell, juga membenarkan akan adanya kepunahan massal tersebut. Meski ia mengakui temuan ini masih bisa diperdebatkan.

“Kalau secara geokimia, peristiwa kepunahan Permian ini sangat kompleks, sehingga untuk mengetahui faktornya masih butuh waktu,” jelas Ridgwell.

Selanjutnya...