"Hidup bagi saya sungguh berarti. Demikian pula kehidupan di sekeliling saya. Jika saya mengharapkan hidup saya dihormati, maka saya juga harus menghormati hidup makhluk lainnya. Namun etika di dunia Barat hanya menghormati hubungan di antara sesama manusia. Karena itu saya katakan etika Barat adalah etika yang terbatas. Yang kita perlukan adalah etika tak terbatas yang juga mencakup hubungan kita dengan binatang" (Albert Schweitzer, 1875-1965)

Jumat, 31 Oktober 2014

Dampak Pemanasan Global Mengerikan



Pemanasan global merupakan sesuatu yang tak terbantahkan lagi dan dapat menimbulkan dampak sangat mengerikan. Demikian salah satu pernyataan dalam laporan terakhir Panel PBB untuk Perubahan Iklim atau United Nations Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) yang diumumkan  di Valencia, Sabtu (19/11).
Sekretaris Jendral PBB Ban Ki Moon menantang pemerintah negara-negara di seluruh dunia untuk melakukan aksi nyata mengatasi ancaman tersebut. Ia mengajak para pengambil kebijakan untuk merespon temuan ini dalam konferensi perubahan iklim di Bali yang akan digelar awal Desember 2007.
"Sangat mendesak, usaha global harus dilakukan," ujar Ban Ki-Moon, Sekretaris Jendral PBB. Ia berharap para pengambil kebijakan dari seluruh dunia dapat merespon temuan ini dalam konferensi perubahan iklim yang akan digelar di Bali mulai 3 Desember 2007.
Mengerikan
Laporan tersebut menyebut manusia sebagai biang utama pemanasan global. Emisi gas rumah kaca mengalami kenaikan 70 persen antara 1970 hingga 2004. Konsentrasi gas karbondioksida di atmosfer jauh lebih tinggi dari kandungan alaminya dalam 650 ribu tahun terakhir.
Rata-rata temperatur global telah naik 1,3 derajat Fahrenheit (setara 0,72 derat Celcius) dalam 100 tahun terakhir. Muka air laut mengalami kenaikan rata-rata 0,175 centimeter setiap tahun sejak 1961.
Sekitar 20 hingga 30 persen spesies tumbuh-tumbuhan dan hewan berisiko punah jika temperatur naik 2,7 derajat Fahrenheit (setara 1,5 derajat Celcius). Jika kenaikan temperatur mencapai 3 derajat Celcius, 40 hingga 70 persen spesies mungkin musnah. 
Meski negara-negara miskin yang akan merasakan dampak sangat buruk, perubahan iklim juga melanda negara maju. Pada 2020, 75 juta hingga 250 juta penduduk Afrika akan kekurangan sumber air, penduduk kota-kota besar di Asia akan berisiko terlanda banjir dan rob. Di Eropa, kepuanahan spesies akan ekstensif. sementara di Amerika Utara, gelombang panas makin lama dan menyengat sehingga perebutan sumber air akan semakin tinggi.
Kondisi cuaca ektrim akan menjadi peristiwa rutin. Badai tropis akan lebih sering terjadi dan semakin besar intensitasnya. Gelombang panas dan hujan lebat akan melanda area yang lebih luas. Risiko terjadinya kebakaran hutan dan penyebaran penyakit meningkat.
Sementara itu, kekeringan akan menurunkan produktivitas lahan dan kualitas air. Kenaikan muka air laut akan memicu banjir lebih luas, mengasinkan air tawar, dan menggerus kawasan pesisir.
 Sumber: AP
Penulis: Wah
Selanjutnya...

Pengaruh Pemanasan Global pada Kesehatan

Pemanasan global atau global warming, adalah suatu proses meningkatnya suhu rata-rata atmosfer, laut, dan daratan bumi. Menurut kajian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) menyimpulkan bahwa, sebagian besar peningkatan suhu rata-rata global sejak pertengahan abad ke-20 kemungkinan besar disebabkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktivitas manusia melalui efek rumah kaca. Pemanasan global tak hanya berdampak serius pada lingkungan manusia di bumi namun juga terhadap kesehatan. 

Badan Kesehatan Dunia (WHO) dalam pertemuan tahunan di Genewa mengatakan bahwa berbagai penyakit infeksi yang timbul diidentifikasi terkait dengan perubahan lingkungan hidup yang drastis. Kerusakan hutan, perluasan kota, pembukaan lahan untuk pertanian, pertambangan, serta kerusakan ekosistem di kawasan pesisir memicu munculnya patogen lama maupun baru. Berbagai penyakit yang ditimbulkan parasit juga meningkat terutama di wilayah yang sering mengalami kekeringan dan banjir.

  • Malnutrisi mengakibatkan kematian 3,7 juta jiwa per tahun, diare mengakibatkan kematian 1,9 juta jiwa, dan malaria mengakibatkan kematian 0,9 juta jiwa.
  • Suhu yang lebih panas juga berpengaruh pada produksi makanan, ketersediaan air dan penyebaran vektor penyakit. Badan Kesehatan Dunia (WHO) memperingatkan bahwa pemanasan global (global warming) akan banyak berdampak bagi kesehatan masyarakat dan lingkungan. Perubahan temperatur dan curah hujan yang ditimbulkan memberikan kesempatan berbagai macam virus dan bakteri penyakit tumbuh lebih luas. WHO mengatakan, selain virus dan bakteri penyakit berkembang pesat, secara tidak langsung pemanasan global juga dapat menimbulkan kekeringan maupun banjir.
  • Kekeringan mengakibatkan penurunan status gizi masyarakat karena panen yang terganggu, Banjir menyebabkan meluasnya penyakit diare serta Leptospirosis.
  • Kebakaran hutan, dapat mengusik ekosistem bumi, menghasilkan gas-gas rumah kaca yang menimbulkan pemanasan global. Sedangkan asap hitamnya menganggu secara langsung kehidupan manusia, Asap yang mengandung debu halus dan berbagai oksida karbon itu menyebabkan gangguan pernapasan dan infeksi saluran pernapasan akut (ISPA), mulai asma, bronkhitis hingga penyakit paru obstruktif kronis (COPD). Asap tersebut juga membawa racun dioksin yang bisa menimbulkan kanker paru dan gangguan kehamilan serta kemandulan pada wanita.
  • Pergeseran ekosistem dapat memberi dampak pada penyebaran penyakit melalui air (Waterborne diseases) maupun penyebaran penyakit melalui vektor (vector-borne diseases). Seperti meningkatnya kejadian Demam Berdarah karena munculnya ruang (ekosistem) baru untuk nyamuk ini berkembang biak. Dengan adamya perubahan iklim ini maka ada beberapa spesies vektor penyakit (eq Aedes Agipty), Virus, bakteri, plasmodium menjadi lebih resisten terhadap obat tertentu yang targetnya adalah organisme tersebut. Selain itu bisa diprediksikan bahwa ada beberapa spesies yang secara alamiah akan terseleksi ataupun punah dikarenakan perubahan ekosistem yang ekstrem ini. hal ini juga akan berdampak perubahan iklim (Climate change) yang bisa berdampak kepada peningkatan kasus penyakit tertentu seperti ISPA (kemarau panjang / kebakaran hutan, DBD Kaitan dengan musim hujan tidak menentu)
  • Dampak pemanasan global juga mempengaruhi penipisan ozone antara lain meningkatnya intensitas sinar ultra violet yang mencapai permukaan bumi menyebabkan gangguan terhadap kesehatan, seperti kanker kulit, katarak, penurunan daya tahan tubuh, dan pertumbuhan mutasi genetik., memperburuk penyakit-penyakit umum Asma dan alergi  Meningkatkan kasus-kasus kardiovaskular, kematian yang disebabkan penyakit jantung dan stroke serta gangguan jantung dan pembuluh darah
  • Pemanasan global juga menyebabkan musim penyerbukan berlangsung lebih lama sehingga meningkatkan resiko munculnya penyakit yang ditimbulkan oleh kutu di wilayah Eropa Utara. Peyakit lain yang teridentifikasi adalah lyme, yang disebabkan oleh semacam bakteri di Amerika Utara, Eropa, dan Asia. Gejalanya berupa sakit kepala, kejang, dan nyeri sendi. Penyakit itu berpindah melalui gigitan sejenis kutu rusa yang yang telah terinfeksi lyme. Bakteri yang sama juga benyek ditemukan pada tikus. Dampak lain yang terasa adalah nyamuk-nyamuk semakin berkembang biak erutama di Afrika dan Asia. Dua penyakit serius akibat gigitan nyamuk, yaitu malaria dan demam berdarah dengue, sangat sensitif terhadap perubahan iklim. Di Indonesia kita sudah merasakannya langsung, yakni tingginya angka korban yang menderita demam berdarah.
  • Pemanasan global mengakibatkan siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa akan dipersingkat, sehingga jumlah populasi akan cepat sekali naik. Tentang keterkaitan pemanasan global dengan peningkatan vektor demam berdarah ini dapat dijelaskan sebagai berikut :
  • Udara panas dan lembab itu paling cocok buat nyamuk malaria (Anopheles), dan nyamuk demam berdarah (Aedes aegypti). Dulu, jenis kedua nyamuk penebar maut ini lebih sering muncul di musim pancaroba, transisi antara musim hujan dan kemarau.
  • Kini rentang waktu serangan kedua serangga itu hampir di sepanjang tahun. Udara panas dan lembab berlangsung sepanjang tahun, ditambah dengan sanitasi buruk yang selalu menyediakan genangan air bening untuk mereka bertelur. Maka, kini virus malaria yang dibawa Anopheles dan virus dengue yang dibawa nyamuk Aedes aegypti dapat menyerang sewaktu-waktu secara ganas.
  • Akibat pemanasan global, siklus inkubasi ekstrinsik virus penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) di tubuh nyamuk Aedes aegyti dan siklus inkubasi ekstrinsik virus penyebab Malaria di tubuh nyamuk Anopheles menjadi lebih pendek dan Masa inkubasi kuman lebih singkat. Populasi mereka lebih mudah meledak. Akibatnya, kasus demam berdarah lebih mudah meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.
  • Karena itu, upaya pencegahan penyakit harus dilakukan secara menyeluruh. Tidak hanya menangani penyakitnya saja, tetapi “Faktor lingkungan fisik dan biologis harus pula dikendalikan dengan cara memodifikasi lingkungan agar vektor malaria dan demam berdarah tak bisa berkembang biak,
  • WHO juga menyebutkan ancaman lain dari meningkatnya suhu rata-rata global, yakni penyakit yang menyerang saluran pernapasan. “Gelombang panas menyebabkan jumlah materi dan debu di udara meningkat,” kata Bettina Menne, anggota WHO divisi Eropa. Suhu udara yang semakin hangat juga membawa penyakit alergi. Kenaikan permukaan air laut akan mengakibatkan banjir dan erosi, terutama di kawasan pesisir, dan mencemari sumber-sumber air bersih. Akibatnya adalah wabah kolera dan malaria di negara miskin. Wilayah di Asia selatan, terutama Bangladesh disebut sebagai wilayah yang paling rawan karena berada di dataran rendah dan sering mengalami banjir. Mencairnya puncak es Himalaya, luasnya daerah gurun pasir dan wilayah pesisir pantai yang tercemar merupakan sarana penularan penyakit, hal ini juga menyebabkan angka kekurangan gizi pada anak-anak. (Article source : Reuters).
  • Ada 35 jenis penyakit infeksi baru yang timbul akibat perubahan iklim, diantaranya ebola, flu burung, dll penyakit hewan yang dapat menular kepada manusia. Penyakit yang paling rentan terjadi di Indonesia, menurut adalah penyakit degeneratif dan penyakit menular. Hal ini dapat dengan cepat berkembang pada masyarakat yang kondisi gizi kurang baik dan kondisi kesehatan lingkungan yang kurang memadai. (Dr. Wan Alkadri, Msc.)
Beberapa informasi diatas diharapkan dapat menjadi pembelajaran kita bersama. Minimal kita mengetahui kondisi sebenarnya dari bumi yang kita tempati ini. Kita dapat memulai beberapa kegiatan kecil untuk menyelamatkan bumi. Dengan masalah utama pada penggunaan bebeapa bahan bakar yang dapat menyebabkan atau sebagai pencetus efek rumah kasa, maka kegiatan kecil kita dapat kita mulai dari sini.


Sumber: http://www.indonesian-publichealth.com/2013/09/pemanasan-global-dan-kesehatan.html
Selanjutnya...

Enam Derajat: Masa Depan Kita di Planet yang Semakin Panas


Apabila pemanasan global terus berlanjut pada suhu tertentu maka kita akan menghadapi kepunahan. Jadi apa yang sebenarnya akan terjadi apabila bumi terus memanas?

Jurnalis dan penyiar acara lingkungan hidup asal Inggris, Tuan Mark Lynas, melakukan perjalanan selama 3 tahun yang mengelilingi 5 benua untuk menyaksikan berbagai perubahan karena dampak pemanasan global. Dari mencairnya tundra di Alaska, tenggelamnya pulau di Pasifik dari negara bagian dari Tuvalu, dan bertambahnya dataran tandus di pedalaman Mongolia sampai pada lenyapnya lapisan es di Peru dan banjir, serta badai yang menyebabkan erosi di China. Tuan Lynas secara pribadi mengumpulkan semua bukti yang dikumpulkan dalam bukunya mengenai perubahan iklim,High Tide: The Truth About Our Climate Crisis (Gelombang Besar: Kenyataan Mengenai Krisis Perubahan Iklim Kita).

Setelah itu, dalam waktu singkat Tuan Lynas mempelajari lebih mendalam tentang berbagai bukti ilmiah serta rasional mengenai efek pemakaian bahan bakar fosil terhadap iklim, lingkungan, dan kehidupan di planet ini. Beliau menghabiskan waktunya beberapa bulan di perpustakaan ilmiah Radcliffe di Universitas Oxford untuk membaca ribuan buku literatur ilmiah yang telah dianalisa secara mendalam sebelum mempublikasikan buku kejutannya yang kedua, Six Degrees: Our Future on a Hotter Planet (Enam Derajat: Masa Depan Kita di Planet yang Semakin Panas); sebagai media lain untuk membangkitkan kesadaran.
Buku terbarunya secara sistematik membahas perubahan iklim berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian secara ilmiah dengan penggunaan aplikasi komputer tahap lanjut  dan juga pencarian secara palaeoclimatic untuk menelusuri sejarah bumi yang memberikan gambaran akan pemanasan iklim di masa mendatang dan akibat yang akan dihadapi. Selain itu ia juga meneliti periode-periode dari perubahan iklim dramatik sebelumnya melalui proses alami dan meramalkan akan efek menakutkan dari pemanasan global yang akan dihadapi semua kehidupan dan lingkungan di planet ini.
Derajat demi derajat, satu derajat per bab. Enam Derajat disusun berdasarkan “Laporan Perkiraan Ketiga” dari Panel Antar Pemerintah untuk Perubahan Iklim (IPCC) tahun 2001 (http:/www.ipcc.ch). Pada setiap halaman, efek dari peningkatan temperatur di bumi dan lapisan biosfernya digambarkan dalam realitas yang menguatirkan.
Kenaikan suhu 1ºC sampai 3ºC merupakan “titik puncak”, tetapi jika naik sampai pada 6 ºC maka peningkatan ini dapat menyebabkan kepunahan pada hampir semua kehidupan, termasuk manusia! Sulit dibayangkan jika perilaku dari manusia sendiri yang menyebabkan kerusakan dan penderitaan yang tidak diharapkan. Kita telah membahayakan planet ini dan berada di ambang kehilangan momentum apabila kita tidak bertindak secepatnya untuk membatasi efek emisi gas rumah kaca.
Kenaikan Suhu 1 Derajat:
Pada kenaikan suhu 1 derajat, Kutub Utara akan kehilangan es setengah tahun penuh, Atlantik Selatan yang sebelumnya tidak ada badai akan mengalami serangan badai dan di barat AS terjadi kekeringan parah yang mengakibatkan banyak penduduk menderita.
Kenaikan Suhu 2 Derajat
Beruang kutub berjuang untuk hidup saat lapisan es mencair. Lapisan es di Greenland mulai menghilang, sedangkan batu karang menjadi lenyap. Permukaan air laut mengalami kenaikan 7 meter secara global.
Kenaikan Suhu 3 Derajat
Hutan hujan di Amazon mengering dan pola cuaca El Nino bertambah intensitasnya menjadi sesuatu yang biasa. Eropa secara berulang mengalami musim panas yang teramat panas yang sangat jarang terjadi sebelumnya. Jutaan dan milyaran orang akan berpindah dari sub tropik menuju daerah pertengahan garis lintang.
Kenaikan Suhu 4 Derajat
Air laut akan meninggi dan meluap membanjiri kota-kota di daerah pesisir. Menghilangnya lapisan es akan mengurangi banyak persediaan air tawar. Suatu bagian di Kutub Selatan akan tenggelam dan menyebabkan area air yang meluap semakin jauh. Temperatur musim panas di London akan menjadi 45ºC.
Kenaikan Suhu 5 Derajat
Daerah yang tidak bisa dihuni semakin menyebar, tumpukan es dan air tanah sebagai sumber air untuk kota-kota besar akan mengering dan jutaan pengungsi akan bertambah. Kebudayaan manusia akan mulai menghilang seiring dengan perubahan iklim yang dramatik ini. Dalam hal ini kelompok yang kurang mampu sepertinya akan menjadi paling menderita. Tidak ada lagi es yang tersisa pada kedua kutub seiring dengan punahnya bermacam species di lautan dan tsunami dalam skala besar memusnahkan kehidupan dekat pantai.
Kenaikan Suhu 6 Derajat
Pada kenaikan suhu 6 derajat, kepunahan massal sebesar 95% akan terjadi; makhluk yang masih hidup akan mengalami serangan badai dan banjir besar yang terus menerus; hidrogen sulfat dan kebakaran akibat gas metana akan menjadi hal yang biasa. Gas ini berpotensi menjadi bom atom dan tidak ada yang mampu bertahan hidup kecuali bakteri. Hal ini akan menjadi “skenario hari kiamat.”

Hal yang lebih menguatirkan adalah karena kompleksnya ekosistem di planet ini, kenyataan akan perubahan iklim ini dapat menjadi lebih buruk dibandingkan dengan perkiraan yang dilakukan secara ilmiah! Prediksi akan efek dari perubahan iklim sangat menguatirkan. Saat menganalisa ulang seluruh data yang ia kumpulkan, Tuan Lynas berpikir, mungkin ia “harus merahasiakan semuanya” karena kebenarannya sangat “menakutkan.” Sebenarnya, beberapa dari perkiraan mulai menjadi kenyataan, sebagai contoh, gelombang panas saat musim panas di Eropa telah mulai mempengaruhi kesehatan manusia, khususnya para manula. Cuaca yang memanas juga menyebabkan malaria dan penyakit lainnya yang bertambah secara regional. Pemanasan global telah membuat lapisan es di China menyusut 7% setiap tahunnya, hal ini dapat berakibat kerusakan yang lebih besar dan memberi efek kepada 300 juta jiwa yang sangat menggantungkan kebutuhan air mereka dari situ. Di India, mencairnya es yang sangat cepat telah menyebabkan 70.000 orang harus pindah dari Pulau Lohachara yang tenggelam, dan kenaikan permukaan laut telah menyebabkan dipindahkannya 20.000 penduduk yang tinggal di dataran paling rendah di Kepulauan Duke of York pada tahun 2000. Pada keadaan yang rentan dari ekosistem serta sistem sosial yang saling terkait satu sama lainnya, planet yang semakin panas juga menyebabkan rantai reaksi yang memicu terjadinya kelangkaan makanan dan air seiring dengan bertambahnya pengungsi sebagai akibat perubahan iklim. 
Akan tetapi, Tuan Lynas tidak berniat membuat pembaca pesimis akan masa depan planet ini. Sebaliknya dia menyampaikan peringatan dini secara jelas dan mendesak perhatian internasional  akan diperlukannya usaha bersama untuk mengatasi pemanasan  global seperti “mengambil tabung pemadam dan memadamkan api.” Tidak diragukan lagi bahwa “api’ tersebut timbul sebagai akibat yang berkaitan dengan perilaku manusia dan berdasarkan analisis data, berbagai jenis emisi yang menyebabkan kenaikan temperature; dan waktu yang tersisa kurang dari 1 dekade saat kenaikan mencapai puncak ‘enam derajat’! Sesuai indikasi yang tercantum di bagan, kita telah mendekati tingkat 2 derajat, dengan demikian pilihan kita satu-satunya adalah bertindak secepat mungkin serta mengurangi emisi karbon dan metana.
Bagan : Kenaikan Suhu dan Emisi Karbon*

PERUBAHAN SUHU
TEMPERATUR YANG BERUBAH DALAM CELSIUS
JUMLAH CO2
Satu Derajat
0,1- 1,0ºC
350ppm (Level saat ini 380ppm)
Dua Derajat
1,1- 2,0 ºC
400ppm
Tiga Derajat
2,1- 3,0 ºC
450ppm
Empat Derajat
3,1- 4,0 ºC
550ppm
Lima Derajat
4,1- 5,0 ºC
650ppm
Enam Derajat
5,1- 5,8 ºC
800ppm
*Tabel dari hal 279 di Enam DerajatMasa Depan Kita di Planet yang Semakin Panas

Enam Derajat adalah sebuah tiupan terompet perang, panggilan kepada semua orang akan kondisi bumi kita yang berada pada situasi yang sangat kritis; ini adalah masa terpenting bagi para pemimpin dan tokoh politik untuk mengimplementasikan ketentuan ambang batas untuk mengurangi karbon dan gas dari efek rumah kaca lainnya, seperti metana. Tidak dapat di pungkiri bahwa ulah manusialah yang menyebabkan cepatnya kenaikan perubahan iklim. Kita harus mengubah gaya hidup kita ke arah yang lebih gembira dan lebih sehat  seperti berlaih ke energi yang berkelanjutan dan gaya hidup vegetarian untuk menyelamatkan bumi kita. Kita hanya mempunyai sedikit waktu yang sangat terbatas untuk membuat titik balik. Pemanasan global adalah sebuah realitas dan membutuhkan perhatian semua umat manusia di planet ini. Untuk itu marilah kita segera bertindak untuk menyejukkan bumi kita.
Selanjutnya...

Pemanasan Global Bisa Hidupkan Lagi Virus Kuno

Peneliti menemukan virus berumur 700 tahun dari kotoran hewan beku.

ilustrasi

VIVAnews - Tim peneliti Amerika Serikat (AS) mengatakan berhasil membangkitkan virus berumur 700 tahun, yang mereka temukan pada lapisan es dari kotoran Karibu berusia 4.000 tahun yang membeku di pegunungan Selwyn, Kanada.

Dilansir Daily Mail, Selasa 28 Oktober, peneliti mengatakan temuan membuktikan virus dapat bertahan hidup dalam waktu yang panjang pada suhu dingin. Mereka memperingatkan bahwa pemanasan global akan menyebabkan banyak virus kembali hidup setelah ribuan tahun.

Eric Delwart peneliti dari Institut Penelitian Sistem Peredaran Darah di San Francisco, mengatakan tim peneliti dapat memperlihatkan bagaimana membangkitkan kembali virus lain, mempelajari dan mencari cara penanganannya.

Dua virus yang berusia ratusan tahun ditemukan pada kotoran Karibu, sejenis rusa yang hidup di Amerika Utara. Salah satunya diyakini menginfeksi tanaman. Peneliti sukses mencobanya pada tanaman Nicotiana benthamiana.

"Temuan kami menunjukkan bahwa material yang membeku pada suhu dingin dapat menyimpan asam nukleat virus kuno, yang memungkinkan dilakukannya regenerasi virus," sebut Eric.

Pengetahuan mengenai virus-virus kuno masih sangat terbatas. Namun cairnya es di Antartika akibat pemanasan global, akan melepaskan unsur-unsur virus kuno ke lingkungan yang sebagian mungkin berbahaya melakukan penularan.

Sumber: http://dunia.news.viva.co.id/news/read/552393-pemanasan-global-bisa-hidupkan-lagi-virus-kuno
Selanjutnya...

Kamis, 30 Oktober 2014

Penguin Emperor Terancam Punah

Penguin Emperor Terancam Punah  

TEMPO.COJakarta - Jumlah populasi penguin emperor di Antartika diprediksi akan berkurang pada akhir sepertiga abad ini. Menurut para peneliti jurnal Nature Climate Change,kepunahan ini disebabkan semakin menipisnya lapisan es di lautan. “Populasinya menurun, kecuali sesuatu diubah untuk menghentikan itu. Populasi akan menuju kepunahan,” ujar Hal Caswell, ilmuwan senior dari Woods Hole Oceanographic Institute, pada Minggu, 29 Juni 2014.

Sebagai predator utama di Antartika, ancaman utama dari ketahanan hidup penguin besar ini datang dari perubahan cuaca yang membuat es di lautan mencair. Berkurangnya es berakibat berkurangnya suplai makanan mereka berupa udang kecil yang populasinya hanya ada di lautan bagian selatan. Udang kecil ini merupakan makanan utama penguin emperor.

Perubahan es di wilayah Antartika kemungkinan—dalam jangka pendek—akan meningkatkan jumlah populasi penguin emperor, terutama di sepanjang wilayah Laut Ross. Mencairnya es di lautan di sebelah barat Antartika semakin meningkat karena mencairnya gletser.

Ilmuwan memprediksikan pada 2100 nanti sekitar 45 jenis koloni penguin emperor yang ada di Antartika akan menurun karena hilangnya es di lautan. Mereka yang berlokasi di sebelah timur Laut Weddell dan sebelah barat Samudera Hindia akan menunjukkan penurunan paling tajam. Sembilan koloni yang ada saat ini masuk kategori nyaris punah.

Penelitian lain juga menunjukkan ancaman bagi penguin emperor karena perubahan cuaca. Tidak hanya penguin besar, tetapi juga penguin kecil seperti Chinstrap dan Adelie berisiko punah karena pemanasan global. Beberapa peneliti dari Universitas Minnesota pekan lalu menyarankan beberapa penguin emperor untuk dibekali kemampuan beradaptasi terhadap perubahan cuaca. Salah satu sarannya adalah dengan memindahkan koloni mereka.

Para ilmuwan mengungkapkan hasil temuan ini harus ditindaklanjuti untuk membantu kelanjutan hidup penguin. Ilmuwan meminta perlindungan di bawah hukum Amerika untuk menempatkan hewan ini sebagai spesies nyaris punah. Mereka juga meminta semua kegiatan di lautan untuk menjauh dari Antartika.

“Menerapkan perlindungan wilayah laut di seputaran Laut Ross bisa membantu mencegah kepunahan dan perlunya konservasi dan strategi mitigasi efek rumah kaca. Satu hal yang harus kita lakukan segera adalah melanjutkan penelitian laut dengan benar dan melarang memancing di area tempat penguin perlu makanan. Ini salah satu cara untuk mengurangi ancaman terhadap penguin," ujar para ilmuwan.

Sumber: http://www.tempo.co/read/news/2014/06/30/095589107/Penguin-Emperor-Terancam-Punah
Selanjutnya...

Apa hubungan Vegetarian dan Penyelamatan Bumi dari Global Warming ?

Mungkin kita tak asing lagi mendengar atau tahu maksud dari global warming, lalu apa kaitannya dengan vegetarian?
 Isu Global Warming sangat santer terdengar dimana-mana, bahkan dampaknya sudah mulai kita rasakan sekarang, cuaca panas yang sangat menyengat serta banyaknya penyakit yang mewabah. Alasan lain seseorang jadi vegetarian adalah ingin hidup/sehat lebih lama, berat badannya stabil, hemat. Mungkin itu adalah manfaat yang dapat segera dirasaka oleh Vegetarian, tapi secara tidak langsung seoarang vegetarian juga ikut mencegah pemanasan global. Mungkin diantatar kalian ada yang berpikir kenapa demikian, mengapa Vegetarian dapat mencegah pemanasan global? Bukankah Vegetarian suka makan makanan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan, yang juga berarti merusak tanaman yang akhirnya menyebabakan global warming.
Perlu juga diketahui apa yang dimaksud dengan vegetarian?
Vegetarian adalah sebutan bagi orang yang hanya makan tumbuh-tumbuhan dan tidak mengkonsumsi makanan yang berasal dari mahluk hidup seperti daging, unggas, ikan atau hasil olahannya.
Istilah Vegetarian sendiri diciptakan pada tahun 1847. Pertama kali digunakan secara formal pada tanggal 30 September tahun itu oleh Joseph Brotherton dan lain-lain, di Northwood Villa, Kent, Inggris. Saat itu adalah pertemuan pengukuhan dari Vegetarian Society Inggris.
Kata ini berasal dari bahasa Latin vegetus, yang berarti keseluruhan, sehat, segar, hidup; (jangan dihubungkan dengan 'vegetable-arian' - mitos manusia yang diimajinasikan hidup seluruhnya dari sayur-sayuran tetapi tanpa kacang, buah, biji-bijian, dan sebagainya!)
Sebelum tahun 1847, mereka yang tidak makan daging secara umum dikenal sebagai 'Pythagorean' atau mengikuti 'Sistem Pythagorean', sesuai dengan Pythagoras 'vegetarian' dari Yunani kuno.
Definisi asli dari 'vegetarian' adalah dengan atau tanpa telur atau produk dairy dan definisi ini masih digunakan oleh Vegetarian Society hingga sekarang. Bagaimanapun juga, kebanyakan vegetarian di India tidak memasukkan telur ke dalam diet mereka, seperti juga mereka dari tanah Mediteranian klasik, sebagai contoh Pythagoras. Dikutip dari wikipedia.

Sepotong daging yang dikonsumsi oleh masyarakat berasal dari peternakan. Dan kebanyakan, peternakan merupakan sumber masalah dari Global Warming, karena :
1.    Memelihara hewan ternak membutuhkan, energi listrik, lampu, penghangat ruangan, mesin pemotong, mesin pendingin untuk menyimpan daging (digunakan oleh para distributor daging, restoran, pengecer, pasar dll), dan peralatan elektronik semua itu sangat boros energi.
2.    Transportasi yang digunakan untuk mengangkut hewan ternak, makanan ternak, sampai dengan elemen pendukungnya (seperti obat-obatan) menghasilkan emisi karbon yang signifikan.
3.    Peternakan menyedot banyak sumber daya alam, mulai pakan ternak, obat-obatan, hormon untuk mempercepat pertumbuhan. (mengapa tidak kita sendiri yang langsung mengkonsumsi daun/sayur-sayuran/buah-buahan yang hewan ternak makan, mengapa kita menjadi konsumen terakhir?)
4.    Peternakan membutuhkan lahan yang tidak sedikit, oleh karena itu banyak hutan ditebang untuk membuka lahan peternakan. Hal ini diperparah dengan perusakan hutan untuk menanam pakan ternak seperti gandum, rumput dll. Padahal akan lebih effisien jika tanaman tersebut diberikan langsung pada manusia.
5.    Hewan ternak seperti sapi adalah polutan metana yang signifikan, karena sapi melepaskan metana dari dalam perutnya selama proses mencerna makanan. Metana adalah gas dengan emisi rumah kaca yang 23 kali lebih buruk dari CO2, ini merupakan polutan gas rumah kaca yang signifikan.
6.    Limbah berupa kotoran ternak mengandung senyawa NO (Nitrogen Oksida) yang berbahaya 300 kali lipat dibandingkan CO2. Di Amerika Serikat saja, hewan ternak menghasilkan tidak kurang lebih 39,5 ton kotoran perdetik!!!! Bayangkan berapa banyak jumlah tersebut diseluruh dunia. Jumlah yang luar biasa besar membuat sebagaian kotoran tidak dapat diproses lebih lanjut menjadi pupuk, atau hal-hal berguna lainnya, akhirnya yang dilakukan oleh pelaku industri peternakan modern membuangnya kesungai atau tempat lainnya yang akhirnya meracuni tanah dan sumber air.



Jangan kamu kaget atau tertawa karena Fakta yang diungkap FAO tahun 2006 menjelaskan bahwa daging merupakan komoditi penghasil emisi karbondioksida paling tinggi (20%). Ini bahkan melampaui jumlah emisi gabungan dari semua kendaraan di dunia. Kok bisa? Ternyata industri ternak telah menghasilkan 9% racun karbondioksida, 65% nitrooksida, dan 37% gas metana. Selain itu, industri ternak juga memerlukan banyak energi untuk mengubah ternak menjadi daging siap konsumsi. Untuk memproduksi 1 kg daging saja misalnya, dihasilkan emisi karbondioksida 36,4 kilo 
Selain itu Vegetarian juga dapat menghemat energi, di mana saat ini atau yang akan datang energi menjadi sangat mahal dan semakin banyak energi yang digunakan maka akan juga menyumbang untuk pemanasan global (global warming). Saat ini krisis energi dan pangan merebak ke seantero muka bumi. Ingin hemat energi? Salah satunya dengan menjadi vegetarian atau setidaknya kurangi sumber makanan hewani. Seperti dijelaskan di atas, bahan makanan hewani membutuhkan lebih banyak konsumsi energi dalam produksi dan suplainya dibanding makanan nabati. Menurut U.S. Geological Survey, untuk membuat satu tangkup hamburger, misalnya membutuhkan setidaknya 1.300 galon air. Jadi, tidak heran jika produk pangan hewani dan junk food memerlukan lebih banyak energi dibanding dengan mengolah sayuran, buah dan beras.
berdasarkan penelitian yang telah dilakukan Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), peternakan adalah sumber pemanasan global besar di dunia. "Jadi kotoran hewan tersebut mengandung metana dan CO2 yang besar, sehingga turut menghambat energi matahari keluar dari atmosfer bumi. Berdasarkan hasil riset Universitas Chicago tahun 2006, kata dia, menjalankan pola makan vegetarian memiliki pengaruh lebih besar mengurangi pemanasan global daripada menggunakan mobil hibrid.  Selain faktor global warming, sekarang pola makan masyarakat Indonesia kan juga sudah tak karuan, akibatnya bisa kita saksikan bersama. Kanker, obesitas, jantung, gula, banyak (menyerang masyarakat).
Untuk kamu yang seorang vegetarian dapat mengunjungi website http://www.ivs-online.org/v2/index.php. Yaitu IVS (Indonesia Vegetarian Society) adalah organisasi vegetarian Indonesia yang bersifat nirlaba, yang berdiri di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 1998. IVS telah terdaftar menjadi anggota International Vegetarian Union sejak tahun 1999. IVS didirikan dengan tujuan sebagai organisasi untuk :
* Menyebarluaskan informasi seputar kehidupan vegetarian di Indonesia
* Mengembangkan cinta kasih universal dan menyelamatkan kehidupan dunia melalui vegetarianisme

Lakukanlah sesuatu, jadilah vegetarian, lakukan penghijauan dan selamatkan bumi.

sumber : 
Berbagai Sumber
Selanjutnya...

Kematian berang-berang laut karena kumpulan ganggang terkait pemanasan global

Setelah kematian sedikitnya 21 berang-berang laut yang terancam punah di daerah Monterey, California, AS, suatu studi yang dipimpin oleh pemerintah negara bagian California menemukan bahwa tiap berang-berang yang diuji telah positif terkena mikrosistin, zat beracun yang ditemukan dalam ganggang biru-hijau tertentu. Ini adalah yang pertama kali mikrosistin air tawar dikaitkan dengan kematian mamalia laut.
Mirkosistin yang secara alami terdapat dalam ganggang ditemukan di permukaan badan air tawar seperti Sungai Klamath yang dekat, yang airnya mengalir ke dalam laut. Namun, temperatur yang meningkat bersama dengan kehadiran zat-zat seperti nitrogen dan fosfor dari peternakan dan limpasan pertanian menyebabkan pertumbuhan eksponensial terjadi, dan ganggang itu membentuk tatakan tebal yang dikenal sebagai "himpunan ganggang".
Dengan terus meningkatnya temperatur yang terkait dengan pemanasan global, para ilmuwan telah memperhatikan bahwa ganggang itu telah tumbuh semakin agresif, dengan racun mikrosistin semakin dipandang sebagai keprihatinan kesehatan global. Hewan dan manusia telah diketahui binasa akibat mencerna ganggang yang mengandung mikrosistin.
Dengan populasi berang-berang laut yang terus menurun, bersama dengan hewan laut lainnya yang tak terhitung banyaknya ditemukan binasa dalam tahun terakhir ini, para ilmuwan merencanakan lebih banyak studi untuk menentukan peran ganggang beracun jika jumlah mereka berkurang.
Para ilmuwan California, kami berterima kasih atas upaya menjelaskan ancaman yang semakin meningkat dan membahayakan bagi sesama penghuni laut kita ini. Mari kita bertindak sekarang untuk mengekang pemanasan global & limpasan pertanian untuk memulihkan badan air yang vital bagi semua kehidupan.
Sumber: 
Selanjutnya...

Vegetarian dan Pemanasan Global

    • Menurut laporan FAO PBB “Bayang-Bayang Panjang Peternakan”, produksi ternak merupakan penyumbang terbesar pemanasan global.
    • Kotoran hewan dan buangan sisa pakan ternak lebih mencemari daerah aliran air daripada gabungan seluruh aktivitas manusia.
    • Diet berbasis daging membutuhkan lahan 10-20 kali lebih banyak daripada diet berbasis tumbuhan – sekitar separuh biji-bijian dan kacang kedelai dunia digunakan untuk pakan ternak.

Proporsi emisi Gas Rumah Kaca
Emisi produksi peternakan: 18%
Emisi Transportasi Global: 13,5% 
18% dari semua emisi gas rumah kaca dari aktivitas manusia, termasuk:
9% CO2
37% CH4 (metana) – 23 kali lebih Potensial dalam Pemanasan Global daripada CO2 selama 100 tahun, 62 kali selama 20 tahun
65% N2O (nitro oksida) – 296 kali lebih Potensial dalam Pemanasan Global daripada CO2 selama 100 tahun, 275 kali selama 20 tahun.
Sumber: FAO, 2006 (1)


Memproduksi 1 kg daging sapi:
  • Menghasilkan emisi gas rumah kaca dengan potensi pemanasan yang setara dengan 36,4 kg CO2.
  • Melepaskan senyawa penyubur yang setara dengan 340 gr sulfur dioksida dan 59 gr fosfat. Mengkonsumsi 169 megajoule energi.
  • 1 kg daging sapi setara dengan jumlah CO2 yang dihasilkan oleh rata-rata mobil Eropa setiap 250 km-nya, dan membakar cukup energi untuk menerangi bohlam lampu 100 watt selama 20 hari.
  • Lebih dari dua pertiga energi dunia digunakan untuk memproduksi dan transportasi pakan ternak.
Sumber: Jurnal Ilmu Hewan, 2007
Selanjutnya...

Bumi Bakal Miskin Hujan di Masa Depan

PARIS, KOMPAS.com — Pakar iklim dunia memperkirakan, Bumi akan mengalami lebih sedikit hujan di masa depan karena pemanasan global. Fenomena tersebut berbeda dengan pemanasan di masa lalu yang justru meningkatkan curah hujan.

Dalam publikasi di jurnal Nature, ilmuwan mengungkapkan bahwa pemanasan global yang disebabkan oleh gas rumah kaca dari aktivitas manusia memiliki dampak berbeda dari pemanasan yang hanya disebabkan oleh peningkatan radiasi Matahari.

Menurut para ilmuwan, perbedaan tersebut disebabkan karena gas rumah kaca memicu pemanasan pada zona atmosfer berbeda. Gas rumah kaca memperkecil perbedaan temperatur antarlapisan atmosfer. Atmosfer menjadi lebih stabil sehingga curah hujan menurun.

"Untuk peningkatan temperatur yang sama, pemanasan akibat radiasi Matahari saja akan memicu curah hujan lebih tinggi daripada gas rumah kaca," papar peneliti dalam publikasinya diNature, seperti dikutip AFP, Rabu (30/1/2013).

"Dengan lebih sedikit curah hujan (akibat pemanasan karena gas rumah kaca) maka berarti secara rata-rata ada potensi peningkatan kekeringan," kata Bin Wang, peneliti dari International Pacific Research Center, University of Hawaii, yang terlibat riset.

Radiasi Matahari bisa meningkat karena aktivitas vulkanik, label aerosol di atmosfer, dan perubahan orbit Bumi terhadap Matahari. Hasil riset ini menunjukkan adanya potensi turunnya curah hujan di masa depan secara global, bukan lokal.

Sumber: http://sains.kompas.com/read/2013/01/31/10444163/Bumi.Bakal.Miskin.Hujan.di.Masa.Depan
Selanjutnya...

Kenaikan Permukaan Laut Dunia



Indonesia Kehilangan 26 Pulau

Kerusakan lingkungan, terutama  akibat penambangan pasir laut dan abrasi dianggap sebagai biang keladi lenyapnya secara fisik 26 pulau di Indonesia.  Dari 17.506 pulau, kini jumlahnya melorot  menjadi 17.480 pulau. Data ini dihimpun oleh Departemen  Kelautan dan Perikanan, yang  masih terus melakukan pendataan dan akan selesai dirangkum tahun 2009 mendatang. Hilangnya pulau-pulau ini semakin kentara  sejak  8 tahunan lalu, pada saat penambangan pasir laut semakin marak. Yang menjadi kekhawatiran Departemen Kelautan dan Perikanan adalah jumlah pulau yang hilang diperkirakan semakin menjadi dengan adanya  perubahan iklim.  Diperkirakan hingga tahun 2030,  akan hilang sekitar 2000 an pulau di Indonesia, bila tidak dilakukan pencegahan sedini mungkin.  Kembali Hutagalung: “Pemanasan global telah mengakibatkan kenaikan air laut. Di Jakarta saja 5 hinga 8 milimeter tiap tahunnya. Ini serius untuk masa depan. Diperkirakan dalam beberapa tahun ke depan 25 tahun ke depan lah, lebih dari 2000 pulau yang akan tenggelam. “Departemen Kelautan dan Perikanan menyatakan perlindungan laut juga merupakan faktor penting dalam memperlambat perubahan iklim. Apalagi, terumbu karang, padang lamun, dan biota laut lainnya dapat menyerap karbondioksida sebanyak 246 juta ton per tahun. Untuk itu, Departemen Kelautan dan Perikanan akan mengupayakan bantuan perlindungan kelautan Indonesia dalam Konferensi Iklim Internasional yang akan berlangsung di Bali Desember mendatang.

http://www.dw-world.de/dw/article/0,2144,2977544,00.html


Desa di Alaska menerima bantuan untuk relokasi karena perubahan iklim

Desa di Newtok dan 400 penduduk Yupik Eskimo menerima US$3 juta dari negara bagian Alaska, AS untuk membantu merelokasi diri mereka ke tanah yang lebih aman dan lebih tinggi. Dari 213 desa asli di Alaska, kurang lebih 86 persen daerahnya sudah dapat dilihat fenomena mencairnya es secara permanen, es abadi yang tenggelam, banjir besar, badai yang hebat, dan erosi daerah pantai. Enam desa harus mengambil tindakan segera untuk memastikan keselamatan penduduknya. Dengan dana bantuan dari negara bagian, penduduk Yupik Eskimo di Newtok sekarang dapat mulai membangun kembali desa di tanah yang lebih tinggi dan lebih terlindungi. Pemerintah mengalokasikan tambahan US$13 juta untuk perlindungan Desa Yupik yang rapuh di tahun berikutnya.

http://ap.google.com/article/ALeqM5iWeAsairnfC4lqysPZN42yNHRUgAD91924D00


Selandia Baru membantu penduduk Pulau Kiribati dalam menghadapi perubahan iklim

Karena kenaikan permukaan air laut,  94.000 orang yang tinggal di Pulau Kiribati yang ada di daratan rendah harus memindahkan rumah mereka. Presiden Kiribati, Anote Tong telah menyampaikan ucapan terima kasihnya atas bantuan Selandia Baru yang mengizinkan keluarga Kiribati yang terkena dampak ini untuk berimigrasi dan berharap agar negara lain akan bertindak sama. Selandia Baru dan Kiribati juga telah menandatangani deklarasi bersama yang akan menyediakan Kiribati US$30 juta dalam pendanaan untuk upaya seperti proyek kota yang berkelanjutan.

http://www.radioaustralia.net.au/news/stories/200806/s2269300.htm?tab=latest


Orang Kanada di barat daya Kolombia bersiaga terhadap kenaikan permukaan laut

Laporan baru dari pemerintah federal Kanada mengatakan bahwa kenaikan permukaan laut satu meter dapat memberi dampak kepada 220.000 orang yang hidup di area pantai Vancouver. Permukaan air laut telah naik 4 sampai 5 mm setiap tahunnya. Laporan juga menyatakan bahwa jika air laut terus naik, maka 4600 hektar lahan pertanian dan 15.000 hektar area pemukiman di Kolumbia akan terkena banjir. Lois Jackson, walikota dari Delta, Kolombia, berkata: “Fenomena ini sekarang telah terjadi, dan bukan teori lagi.”

http://www.canada.com/theprovince/news/story.html?id=9d54cfd8-874f-4c89-bd64-f3f7e2b17bd1&k=25491

Pulau Tuvalu di Jepang Hampir Tenggelam

Ahli lingkungan Jepang, Shuichi Endo sedang mencoba mengambil photo Pulau Tuvalu yang dihuni oleh 10 ribu orang di negara kepulauan Pasifik untuk meningkatkan kesadaran akan ancaman serius dari penduduk di Pulau Tuvalu. Pulau ini terletak hanya beberapa meter di atas permukaan laut dan terancam tenggelam karena permukaan air laut  naik secara signifikan karena pemanasan global.

http://www.abc.net.au/ra/news/stories/200803/s2196990.htm?tab=pacific


Garis Pesisir Pantai Skotlandia Terkikis Akibat Perubahan Iklim

Pemerintah Skotlandia mengeluarkan laporan yang menyatakan erosi di pesisir sepanjang 740 mil, bersama dengan naiknya permukaan air laut. Air yang berubah menjadi semakin asam juga membahayakan satwa liar. Richard Lochhead, sekretaris kabinet urusan pedesaan dan lingkungan berkata tentang situasi darurat ini, “Ini terjadi sekarang dan kita harus bertindak.”

http://news.scotsman.com/scotland/740-miles-of-Scottish-coast.3960702.jp


Tingkat Kenaikan Air Laut Mungkin Lebih Tinggi Daripada Prediksi Sebelumnya

Selama konferensi ilmu geologi Eropa, ilmuwan-ilmuwan memprediksi bahwa mencairnya lapisan es dan memanasnya air laut bisa menaikkan ketinggian air laut sebesar 1,5 meter. Ramalan ini tiga kali lebih besar daripada yang dilaporkan oleh Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (IPCC) tahun lalu. Temuan ini telah menaikkan keprihatinan dari para imuwan maupun para pemerintah dari negara-negara yang ada di tepi pantai  dan kepulauan. Dr. Benjamin Fong Chao adalah Dekan dari Institut Ilmu Bumi di Universitas Nasional Pusat di Taiwan serta mantan peneliti di NASA mengatakan: "Salah satu dampak utama dari pemanasan global adalah peningkatan level air laut. Hal ini benar-benar menjadi masalah yang serius karena bagian penting dari peradaban kita berada beberapa meter di atas permukaan laut. Jadi kenaikan air laut berapa pun dan kapan pun akan mempunyai dampak yang besar bagi ekonomi dunia dan kehidupan manusia. Sebagai negara kepulauan, Taiwan seharusnya sangat bersungguh-sungguh dengan masalah ini. Selain itu permukaan laut seperti thermometer yang menunjukkan keseriusan dari pemanasan global. Dalam pandangan itu, masalah kenaikan air laut harus dimonitor dari dekat." Berdasarkan analisis terakhir yang dilakukan oleh tim Inggris-Finlandia, permukaan laut selama 2000 tahun telah stabil. Pengukuran menunjukkan peningkatan hanya 2 cm di abad ke-18 dan 6 cm di abad ke-19, tapi tiba-tiba menjadi 19 cm atau lebih dari setengah kaki di abad yang lalu. Hal ini karena mencairnya lapisan sungai es. Bagi ahli iklim, angka yang kecil ini sangatlah berarti, dengan implikasi yang lebih kompleks dari yang dimengerti sejauh ini.

Kepulauan Torres Strait Dilanda Kenaikan Level Laut Karena Perubahan Iklim

Setengah dari penduduk kepulauan Torres Strait 18 Australia mengalami banjir dalam dua tahun terakhir sebagai akibat dari air pasang yang terus-menerus. Penduduk lokal percaya bahwa peningkatan banjir yang terus-menerus ini disebabkan oleh pemanasan global. Dr. Donna Green, seorang ilmuwan di Universitas New South Wales Australia, telah memulai bantuan secara pribadi kepada penduduk dengan mengatur lokakarya dan pertemuan untuk membantu mereka beradaptasi terhadap pengaruh perubahan iklim. Saat ini ada diskusi tentang berpindah ke area yang lebih tinggi sebagai satu-satunya cara melindungi mereka dari naiknya permukaan air laut.

http://www.independent.co.uk/environment/climate-change/sinking-without-trace-australias-climate-change-victims-821136.html

Desa-desa Pantai di India Timur Akan Tenggelam

Kenaikan permukaan air laut sehubungan dengan perubahan iklim telah mengakibatkan lebih dari 100 keluarga dari Desa Satabhaya dan Kanhupur mencari tempat penampungan di pedalaman. Air diperkirakan telah naik paling sedikit 9 meter ke arah Desa Kanhupur hanya tahun ini saja dan telah membanjiri rumah-rumah, lahan pertanian, sekolah dasar, dan sumur yang digunakan oleh penduduk setempat. Di Satabhaya, sebuah kuil berusia 800 tahun yang berdiri dua kilometer dari laut 10 tahun yang lalu, sekarang berdiri di atas air pada waktu pasang.

http://southasia.oneworld.net/article/view/160270/1
Selanjutnya...