"Hidup bagi saya sungguh berarti. Demikian pula kehidupan di sekeliling saya. Jika saya mengharapkan hidup saya dihormati, maka saya juga harus menghormati hidup makhluk lainnya. Namun etika di dunia Barat hanya menghormati hubungan di antara sesama manusia. Karena itu saya katakan etika Barat adalah etika yang terbatas. Yang kita perlukan adalah etika tak terbatas yang juga mencakup hubungan kita dengan binatang" (Albert Schweitzer, 1875-1965)

Rabu, 19 Agustus 2015

Letupan Gas Metana : Bom Waktu Yang Aktif


Laporan terbaru Dewan Arktik tentang efek dari pemanasan global di kutub utara menggambarkan pemandangan yang suram: banjir di seluruh dunia, punahnya beruang kutub dan hewan mamalia laut lainnya, menyusutnya produksi perikanan. Tetapi  laporan itu mengabaikan bom waktu aktif yang terkubur di dalam tundra Arktik.
Ada begitu banyak sekali jumlah gas rumah kaca yang terjadi secara alami yang terperangkap dalam struktur yang menyerupai es di dalam lumpur-lumpur dingin di belahan utara dan di dasar laut. Es-es ini, yang disebut klatrat, mengandung metana 3.000 kali lebih banyak daripada metana di atmosfer. Metana adalah gas rumah kaca yang 20 kali lebih kuat daripada karbon dioksida.
Sekarang, inilah bagian yang mengerikan. Kenaikan suhu hanya beberapa derajat saja akan menyebabkan gas ini menguap dan “menyembur” ke dalam atmosfer, yang selanjutnya akan menaikkan suhu udara, lalu metana terlepas lebih banyak lagi, memanaskan Bumi dan laut lebih jauh lagi, dan seterusnya. Ada 400 gigaton metana yang terkunci dalam padang es artik yang beku, cukup untuk memulai reaksi berantai ini dan pola pemanasan yang prediksikan oleh dewan artik cukup untuk melelehkan klatrat dan melepaskan gas-gas rumah kaca ini ke atmosfer.
Sekali terpicu, siklus ini bisa menyebabkan pemanasan global yang tak dapat dihentikan  yang tak pernah diutarakan oleh mereka yang pesimis mengenai malapetaka.
Sebuah nubuat fantasi yang dibuat-buat oleh aktivis lingkungan yang kalut? Sayangnya, tidak. Bukti geologi yang kuat menunjukkan sesuatu yang serupa pernah terjadi paling sedikit dua kali sebelumnya.
Bencana yang terakhir terjadi sekitar 55 juta tahun yang lalu yang oleh para ahli geologi dinamakan Paleocene-Eocene Thermal Maximum (PETM), ketika metana yang menyembur keluar menyebabkan pemanasan dalam waktu singkat dan kematian massal, menganggu iklim lebih dari 100.000 tahun.
Kakek moyang dari bencana itu terjadi 251 juta tahun yang lalu, pada akhir periode Permian, ketika serangkain ledakan metana menyembur keluar menyapu habis semua kehidupan di Bumi.
Lebih dari 94 persen spesies laut yang ditemukan dalam fosil saat ini menghilang tiba-tiba saat tingkat oksigen menurun drastis dan kehidupan berada di ambang kepunahan. Lebih dari 500.000 tahun berikutnya, beberapa spesies berjuang untuk hidup di tengah-tengah lingkungan yang tidak bersahabat. Dibutuhkan 20 sampai 30 juta tahun lamanya bagi terumbu karang yang paling sederhana sekalipun untuk memperbaiki dirinya sendiri dan bagi hutan untuk tumbuh kembali. Di beberapa area, bahkan dibutuhkan lebih dari 100 juta tahun bagi ekosistem untuk memulihkan keragaman hayati mereka seperti dulu.
Ahli geologi Michael J. Benton memaparkan bukti ilmiah atas tragedi penting ini dalam sebuah buku terbaru, Ketika Hidup Mendekati Kematian: Kepunahan Massal Terbesar Sepanjang Waktu. Seperti dengan PETM, gas-gas rumah kaca, kebanyakan karbon dioksida dari meningkatnya aktivitas vulkanik, sudah cukup untuk memanaskan bumi dan lautan untuk selanjutnya melepaskan gas Metana dalam jumlah yang sangat banyak dari klatrat yang sensitif ini, dan memicu dampak gas rumah kaca yang tiada henti.
Penyebab semua malapetaka ini ?
Dalam kedua kasus, kenaikan suhu udara sekitar 10,8 derajat Fahrenheit, di atas prediksi model saat ini mengenai kenaikan rata-rata suhu global dapat diperkirakan berasal dari pembakaran minyak pada tahun 2100. Tapi model-model ini tidak mengindahkan sesuatu yang penting, mereka tidak memasukkan dampak letupan dari gas hidrat yang memanas. Yang lebih parah, seperti yang ditemukan oleh Dewan Artik, kenaikan suhu udara tertinggi yang berasal dari emisi rumah kaca manusia akan terjadi di wilayah kutub-sebuah daerah yang kaya akan klatrat yang tidak stabil ini.
Bila kita memicu pelepasan gas Metana yang tak dapat dihentikan ini, kita tidak dapat memutarbaliknya. Tidak dapat diperbaiki. Sekali dimulai, ia kemungkinan akan berjalan terus.
Manusia kelihatannya mampu menghasilkan karbon dioksida dalam jumlah yang setara dengan aktivitas vulkanik yang lalu dapat memulai reaksi berantai ini. Menurut Survei Geologi AS, pembakaran bahan bakar fosil melepaskan karbon dioksida 150 kali lebih besar daripada yang dikeluarkan oleh gunung berapi-setara dengan tambahan sekitar 17.000 gunung berapi lain yang seukuran dengan Kilauea di Hawaii. 
Dan itu adalah bom waktu yang diabaikan oleh Dewan Arktik.
Seperti apakah jadinya kalau manusia dapat menyebabkan letupan gas metana dari pembakaran bahan bakar fosil? Tidak ada yang tahu. Tapi itu mungkin sekali pada saat ini, dan menjadi semakin mungkin dengan gagalnya kita bertindak dari tahun ke tahun.
Jadi lupakanlah naiknya permukaan laut, lapisan es yang mencair, badai yang semakin kuat, semakin banyak banjir, kehancuran habitat, dan kepunahan beruang kutub. Lupakan peringatan bahwa pemanasan global dapat mengubah beberapa daerah pertanian utama dunia menjadi padang pasir dan meningkatkan berbagai penyakit tropis, meskipun ini adalah hal-hal yang sangat kita yakini akan terjadi.
Kita tidak bisa membiarkan sinyal pertama gagalnya kebijakan energi akhirnya menyebabkan kepunahan masaal kehidupan di bumi. Kita harus bertindak sekarang.
John Atcheson, seorang ahli geologi, pernah menduduki berbagai posisi dalam hal kebijakan di beberapa badan federal pemerintah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar